Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Luciano Spalletti melakoni hari-hari pertama sebagai pelatih AS Roma. Pengganti Rudi Garcia itu punya berbagai alasan untuk membawa Roma bangkit.
Spalletti memimpin sesi latihan pertamanya sebagai bos Roma, Jumat (15/1/2016). Peracik taktik berkepala gundul itu disambut dengan antusiasme tinggi oleh fan dan klub.
Spalletti, 56 tahun, wajib membayar harapan tersebut dengan kinerja paten guna mendongkrak kembali I Lupi ke jalur persaingan scudetto. Berikut alasan yang bakal memuluskan langkah Spalletti.
Pengalaman
Pemilihan Spalletti amat beralasan karena dia lebih dulu tahu jeroan di tubuh Sang Serigala daripada Garcia. Spalletti berpengalaman melakoni rezim pertama sebagai pelatih Roma pada 2005-2009.
Sumbangsihnya berupa trofi Coppa Italia 2006-2007 dan 2007-2008, serta Piala Super Italia 2007. Catat pula bahwa deretan gelar tersebut ialah himpunan titel terakhir yang diraih Roma.
Walau kondisi di tim mereka saat ini sudah berbeda jauh dibandingkan tujuh tahun silam, keterikatan emosional Spalletti bersama Roma bakal menjadi modal penting buat membangun prestasi klub.
Kaya Variasi Taktik
Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran Roma di tangan Garcia ditengarai karena sang arsitek miskin inovasi guna memberdayakan skuatnya. Garcia sangat terpaku pada pola 4-3-3 atau saudara dekatnya, 4-2-3-1.
Jadi, ketika kreativitas tim mentok, mereka seperti tak punya opsi lain buat mengembalikan keganasan. Dalam 19 pekan musim ini di Serie A, Garcia 15 kali menggeber sistem 4-3-3 sebagai pedoman sebelas awal dan sisa empat kesempatan buat 4-2-3-1.
Hal itu berbeda dengan Spalletti, yang lebih kaya dengan variasi taktik. Sepanjang musim 2006-2007 atau periode tersuksesnya di Roma, ia memakai 4-3-2-1, 4-2-3-1, 4-1-3-2, 4-3-3, hingga 4-1-4-1.
Metode adaptif ini diyakini sebagai solusi memberdayakan kualitas personel sesuai kebutuhan permainan.
Maksimalkan Pemain
Spalletti ialah orang yang berjasa besar mengubah peran Francesco Totti dari sosok trequartista ulung di Italia menjadi prima punta alias penyerang tengah yang subur. Inovasi itu terjadi di musim 2006-2007.
Oleh Spalletti, Totti sering dipasang sebagai bomber tunggal dalam skema 4-2-3-1. Sang kapten pun sukses menjalankan tugas tersebut dan mengakhiri musim sebagai raja gol Serie A.
Keahlian memaksimalkan potensi pemain itulah yang menjadi nilai plus Spalletti. Siapa tahu dengan masuknya sang pelatih, Totti dapat kembali vital menyokong klub meski sudah memasuki usia senja.
Atau, nantikan pula bagaimana cara Spalletti membangkitkan Edin Dzeko dan Mohamed Salah.