Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
AS Roma menang susah-payah atas Bayer Leverkusen di partai Liga Champions tengah pekan kemarin. Skor 3-2 lagi-lagi menggambarkan paradoks di tubuh Sang Serigala.
Duel Roma melawan Leverkusen di Olimpico meneruskan tren lahirnya banyak gol saat mereka bertemu. Pada laga pertama di kandang Leverkusen, keduanya berbagi skor 4-4. Catatan total 13 gol hanya dalam dua partai membuktikan Roma dan Leverkusen sukses menghibur pendukung mereka dengan permainan agresif.
"Kami tidak dibuat bosan ketika dua tim ini bertanding," kata pelatih Roma, Rudi Garcia, sambil tersenyum.
Peramu taktik asal Prancis itu berhasil mengangkat produktivitas Roma ke jajaran elite di Liga Champions musim ini. Serangan Mohamed Salah cs. di sektor ofensif bak api yang panasnya menyengat setiap lawan. I Lupi sudah mencetak 10 gol alias menjadi tim tersubur ketiga di fase grup setelah FC Bayern Muenchen (13 gol) dan Leverkusen (11).
Namun, Roma memiliki angka kebobolan yang menyentuh dua digit pula: 10 gol. Terbanyak setelah tim semenjana semodel BATE Borisov dan Maccabi Tel Aviv (11). Sebuah sinyal peringatan dari juru transfer klub, Walter Sabatini, sudah muncul sebelum duel kontra Leverkusen digelar.
"Roma termasuk tim yang aneh. Statistik menunjukkan lini serang kami bagus dan sedikit lemah di belakang," ucap Sabatini. Pernyataan sang direktur olah raga disimpulkan oleh La Gazzetta dello Sport.
"Pertahanan Roma seperti air." Begitu tulis media berbasis di Kota Milan tersebut. Secara rata-rata, Roma menderita 2,5 gol per partai di Liga Champions. Rasio kebobolan Sang Serigala di Serie A lebih baik, yakni 1,2 gol per partai, hasil dari kemasukan 13 kali dalam 11 pekan.
Tetap saja kerapuhan pertahanan disorot karena Roma cuma melakoni sekali partai nirkebobolan, yaitu ketika menekuk Frosinone 2-0 (12/9/2015). Sisa 10 laga dilalui dengan entah kiper Wojciech Szczesny atau Morgan De Sanctis memungut bola dari gawangnya.
Seperti kata Sabatini, kondisi ini mungkin ganjil mengingat Garcia pada awal kedatangannya justru bermodalkan fondasi kukuh di pertahanan. Di musim perdana membesut Roma (2013-14), Garcia membuat tim hanya kebobolan satu gol dalam 10 pekan awal di Serie A. Seluruh partai itu berujung dengan kemenangan!
Start musim lalu tidak secemerlang periode sebelumnya, tapi Roma masih sanggup membukukan empat kali clean sheet dalam lima giornata perdana. Sabatini menganalisis bahwa perbedaan kondisi ini erat korelasinya dengan perombakan susunan bek di jantung pertahanan.
Catatan keren I Lupi dalam start 2013-14 terbantu soliditas duet Mehdi Benatia-Leandro Castan sebagai bek tengah. Kombinasi itu harus tercerai musim lalu setelah Benatia pindah ke Bayern dan Castan diterpa cedera hampir semusim penuh.
Jadilah Garcia mengandalkan trio pemain anyar Kostas Manolas, Mapou Yanga-Mbiwa, dan Davide Astori buat dipasang secara bergiliran membentengi kiper. Komposisi bek sentral harus berevolusi lagi musim ini. Manolas bertahan, sedangkan Yanga-Mbiwa dan Astori angkat kaki.
Castan sudah pulih, tapi Sabatini bilang kalau kondisinya masih jauh dari level kebugaran sempurna. Rekrutan anyar, Antonio Rudiger, juga masih inkonsisten.
"Bagaimana pun, kami menaruh kepercayaan kepada Rudiger. Dia dan semua rekan setimnya butuh waktu untuk menyatu secara utuh. Bayangkan, betapa bagusnya Roma saat ini andai kami memiliki Castan yang fit seratus persen dan masih ada Benatia," ucap Sabatini.