Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Cinta adalah warna dalam kehidupan, termasuk bagi atlet. Cinta itulah yang dirasakan mantan pebasket, Njoo Lie Wen (50), pada basket.
Shooting guard nasional di era 1980-an ini memiliki darah bola basket dari sang ayah, Njoo Giok Han. Dilahirkan di Solo, 20 Maret 1965, Lie Wen merasakan pahit-manis hidup dan selalu menemukan solusi lewat bola basket.
Basket dikenalkan oleh sang papa. Garis tangan dan ketekunan membawa dua anak Njoo Giok Han ini berhasil menjadi pemain nasional lewat Lie Wen dan sang adik Njoo Lie Fan.
Kakak beradik yang tenar lewat klub Gentong Kumala Jaya (Semarang) dan Asaba (Jakarta) menggetarkan lawan di era itu.
"Saya hanya ikut-ikut saja saat itu. Kakak saya latihan, saya ikut saja," ucap Lie Wen.
Klub pertama yang diikuti adalah TNH Solo.
Adanya penggolongan pribumi dan keturunan saat itu membuat sang ayah memindahkannya ke klub Sparta yang lebih plural.
Di situ ia merasakan pengalaman hidup yang terbawa sampai saat ini, yakni berbaur dengan pebasket pribumi.
"Saya belajar banyak dari pembauran itu. Saya menjadi Indonesia tulen. Saya belajar rasa setia kawan dan berani membela kebenaran," ucap pria setinggi 182 cm ini.
Ia pernah berkelahi di SMP saat ada teman cacat dan agak terbelakang dijadikan olok-olok siswa lain.