Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Stevan Jovetic membuat debut istimewa bersama Inter. Di laga perdananya, ia membuat gol cantik penentu kemenangan I Nerazzurri (Biru-Hitam) 1-0 atas Atalanta di hadapan publik Stadion Giuseppe Meazza.
Pria berusia 25 tahun itu didatangkan dari Manchester City. Setelah bisa dibilang gagal di Inggris, ia mencoba membangkitkan lagi kariernya di Italia. Jovetic bahkan berani meminta nomor punggung 10 di Inter.
Nomor itu sebelumnya dipakai oleh Mateo Kovacic, yang pindah ke Real Madrid. Tak hanya itu, nomor 10 Inter sudah lama kehilangan sentuhan magisnya. Akankah Jojo mengembalikan kengerian nomor 10 tersebut?
Jojo mengungkapkan banyak hal tentang kariernya selama ini dalam wawancara dengan La Gazzetta dello Sport. Berikut kutipannya.
City seperti tidak berjodoh dengan Anda.
Saat saya tahu ditinggal oleh Manuel Pellegrini di skuat Liga Champion pada putaran kedua 2014/15. Saya tak ingin menghadirkan kontroversi tentang hal itu karena sekarang saya ingin meloloskan Inter ke Liga Champion.
Di sisi lain, warna biru-hitam tampak seperti sudah menjadi takdir, entah karena tak sengaja, atau melalui momen keren.
Maksud Anda gol pertama saya di Serie A?
Benar, saya membuat gol saat melawan Atalanta (berkaus biru-hitam) saat masih memperkuat Fiorentina. Saya mencetak gol dari penalti dan menang 2-1.
Gol indah di laga akhir pekan kemarin itu juga saat melawan Atalanta. Sementara sebuah ketidaksengajaan terjadi saat saya masih di Partizan dalam laga uji coba melawan tim Inter besutan Roberto Mancini delapan tahun lalu.
Anda menggunakan kostum nomor 10 dan membuat gol penentu kemenangan di Meazza.
Mencetak gol seperti itu menghadirkan perasaan luar biasa. Gol lahir hanya semenit sebelum laga usai di laga debut di hadapan pendukung sendiri.
Semua unsur tim sangat bahagia, bahkan saya. Seperti semua pendukung yang datang memeluk saya. Saya seperti merasa fan berada di lapangan.
Bagaimana bisa mendapat nomor 10?
Pertama, Mateo Kovacic, yang merupakan teman baik, pergi. Di hari kepergian itu resmi, saya berpikir tentang meminta hal yang sebelumnya tak pernah punya keberanian buat mengungkapkannya.
Nomor delapan selalu menjadi favorit saya sejak kecil. Nomor itu dipakai oleh Pedrag Mijatovic dan Dejan Savisevic. Lalu ada nomor 35 yang saya pakai di Partizan. Nomor itu saya pilih karena nomor lain sudah ada yang memakai.
Lalu, saya mencoba buat meminta nomor 10 kepada manajer tim, Andrea Romeo, dan manajer klub, Dejan Stankovic, yang sudah seperti kakak buat saya, serta Wakil Presiden Javier Zanetti.
Karena nomor 10 kosong, mereka memberikan pada saya. Sebuah mimpi yang jadi nyata.
Sebenarnya, apa mimpi Anda saat masih kecil?
Sepak bola. Saya selalu bermimpi menjadi pesepak bola, meski saya juga senang ski.
Saat itu saya berusia 10 tahun ketika sering bermain di jalanan Kota Podgorica. Pada waktu tertentu, sirene bakal berbunyi.
Tentu suara itu bukan wasit yang menyatakan laga berakhir, tapi peringatan bahwa bom telah dijatukan di Montenegro, dan juga di kota saya.
Jadi, kami semua berlari dan mengunci diri di rumah dan berdoa bahwa bom, yang dijatuhkan oleh NATO tidak mengenai kami.
Berkembang di lingkungan seperti itu membuat Anda matang lebih cepat dan tak membuat Anda takut akan apapun.
Bisa dibilang ketika tumbuh dalam situasi seperti itu, Anda tidak mudah takut.
Beralih ke Inggris, bagaimana momen tersebut membentuk Anda?
Saya semakin matang, Pengalaman tersebut menguatkan mental dan membuat saya belajar banyak dari para bintang yang saya temui di Manchester City.
Saya juga belajar dari kesalahan, bahkan belajar dari apa yang berjalan baik. Dari sisi karakter, saya menjadi lebih santai dan yakin di depan gawang. Ketika di Fiorentina, saya selalu bilang harus lebih tajam saat menyelesaikan peluang, dan saya berkembang menjadi seperti itu.
Apakah Anda sudah membaca pernyataan Arturo Vidal tentang harga permain yang terlalu mahal?
Ia benar. Segalanya kini berlebihan. Biaya transfer secara absurd terus meningkat. Sebelum ini, harga Anda bakal melambung setelah menjuarai beberapa scudetti, juara Liga Champion, atau Piala Dunia.
Bukan pemain saat ini tidak layak mendapat valuasi tersebut, tapi ingatkah Anda dengan Zinedine Zidane?
Ia berharga mahal, namun ia adalah Zidane, yang telah memenangi banyak gelar.
Penulis: Anggun Pratama