Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Lagu Ambon berjudul Cinta Musiman menggema dari televisi di teras sebuah rumah kontrakan. Alfin Tuasalamony, si empunya televisi, sengaja menempatkan TV tersebut untuk menemaninya selama liburan panjang sekitar satu tahun ke depan.
Memang begini kesibukan saya selain melakukan berobat jalan. Mendengarkan lagu daerah, menonton televisi, atau bermain gim video,” ujar Alfin saat ditemui Harian BOLA di rumah keluarganya, Jalan Murdai, Cempaka Putih Barat, Jakarta, awal bulan lalu.
Bek sayap Persija ini memang tak punya rencana lain dalam mengisi liburan dadakan tersebut. Libur panjang itu terpaksa ia jalani setelah mengalami kecelakaan pada April 2015 dan mengakibatkan tulang kering kaki kirinya patah.
Selain mengobati kejenuhan, hiburan-hiburan itu ia butuhkan untuk mengalihkan rasa kesalnya. Bagaimana tidak, kecelakaan yang dialami Alfin terjadi hanya beberapa hari setelah ia ditunjuk menjadi salah satu pemain tim nasional U-23 untuk SEA Games 2015.
“Meski disiarkan secara langsung, saya tidak menonton semua pertandingan SEA Games karena kesal. Seharusnya saya berada di sana untuk membela negara,” ujar pria kelahiran Ambon ini.
Insiden itu terjadi pada Kamis (30/4), sesaat setelah Alfin menarik uang tunai di salah satu mesin ATM (anjungan tunai mandiri) di bilangan Pasar Minggu, Jakarta.
Sebuah mobil yang dikendarai seorang wanita tiba-tiba menabrak Alfin yang tengah duduk di teras depan ruangan ATM tersebut. Ia tergeletak dengan luka di tungkai bawah. Sejumlah saksi mata langsung membawanya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Kesulitan Dana
Kecelakaan itu pun membuat Alfin mesti mencari dana tambahan. Ia mengaku tak punya dana untuk mengobati kakinya. "Pengobatan ini sangat mahal. Karena selain patah tulang, saraf kaki juga mengalami gangguan,” ujar Alfin.
Nyong Ambon ini semakin keteteran setelah gajinya selama tiga bulan di Persija tak juga cair. Padahal, rencana awal gaji tersebut akan dipakai untuk mendirikan sebuah restoran di kampung halamannya.
“Total gaji sebesar 120 juta rupiah itu lebih baik dipakai untuk pengobatan saja. Saya minta manajemen Persija segera memberikan hak saya,” tutur Alfin.
Keterbatasan dana tersebut memaksa Alfin mengabaikan perintah dokter. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memintanya untuk melakukan pengecekan sepekan tiga kali. Namun, Alfin hanya mengunjungi rumah sakit itu sepekan sekali.
Karena alasan itu, pria setinggi 175 cm ini pesimistis dapat sembuh tepat waktu. “Kata dokter, pengobatan saya sekitar delapan sampai satu tahun,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Alfin, Kemenpora melalui Rumah Sakit Olah Raga Nasional (RSON) menawarkan perawatan gratis hingga ia pulih. Namun, Alfin enggan mengambil kesempatan itu karena khawatir harus menjalani terapi dari awal.
Untuk mengembalikan semangatnya, Alfin menjadikan Boaz Solossa sebagai rujukan untuk pulih. “Boaz berulang kali meng alami cedera parah, tapi karena mental dan semangatnya, ia kembali ke lapangan dengan kondisi prima,” kata Alfin.
Keresahan akibat kecelakaan tak hanya dirasakan oleh Alfin. Ibunya, Apipah, mengaku tak dapat berbuat banyak selama proses penyembuhan cedera anaknya. Apipah juga menuturkan bahwa sikap Alfin berubah setelah mengalami insiden itu.
“Akhir-akhir ini Alfin memang terlihat tidak bersemangat, berbeda saat ia masih aktif bermain sepak bola,” ujar Apipah.
Sang ibu pun rindu melihat anaknya bermain bola di laga-laga profesional. Meski tak pernah langsung mengunjungi stadion, Apipah mengaku setia menonton Alfin bermain lewat layar kaca.
“Setiap malam saya selalu berdoa untuk kesembuhannya. Seperti ayahnya, Alfin adalah pemain sepak bola yang baik dan selalu saya banggakan,” tutur Apipah.
Saat ini, Alfin tengah pulang ke kampung halamannya di Maluku. Salah satu tujuannya adalah menegok makam sang ayah.
Setelah keinginan tersebut terlaksana, Alfin berencana kembali ke Jakarta untuk melanjutkan proses pemulihannya. Tetap semangat untuk pulih, Nyong!