Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Saya jadi punya waktu lebih dengan Stefano (Arsela) yang masih kuliah dan anak kami yang paling kecil, Syahira. Dia (Syahira) sesungguhnya keponakan. Tapi, karena sejak kecil tinggal bersama kami, dia sudah seperti anak sendiri.
Saya biasanya mengantarkan Syahira ke sekolah. Meski libur, di sekolahnya ada pesantren kilat dan dia aktif mengikutinya. Anak pertama kami, Gerisca (Scarabeli), sudah bekerja dan menetap di Yogyakarta.
Bagaimana pelatih harus bersikap di tengah konflik yang terjadi?
Sulit bagi pelatih untuk menanggapi situasi seperti ini. Di tengah kisruh saat ini muncul turnamen Piala Indonesia Satu dan Piala Kemerdekaan. Bisa jadi ada pemain dan pelatih yang waswas bila mengikutinya akan mendapat sanksi dari PSSI. Kalau tidak ikut ya bagaimana, kita punya pekerjaan di sepak bola.
Bagaimana dampak kekisruhan ini bagi pelatih maupun pemain?
Konflik baru berlangsung satu atau dua bulan saja sudah begini besar dampaknya. Bagaimana kalau sampai enam bulan atau lebih. Tapi, ini jadi pelajaran berharga bagi pemain. Pemain muda lebih baik menabung. Apalagi puncak karier mereka tak lama. Mereka juga bisa mengembangkan usaha atau bisnis atau menyelesaikan pendidikan sampai meraih gelar sarjana.
Saat ini menjelang Lebaran. Ada persiapan khusus untuk Lebaran di tengah keluarga?
Kebetulan, keluarga saya Kristiani. Tapi, banyak juga saudara kami yang Muslim. Saat Lebaran, mereka berkumpul di rumah kami. Pasalnya, istri saya merupakan anak tertua. Setelah ayah dan ibu dipanggil Tuhan, adik-adiknya dan keluarga selalu berkumpul di rumah kami saat Lebaran.
Itulah indahnya perbedaan dalam keluarga. Anak angkat kami, Syahira, juga Muslim dan berpuasa. Saat sahur, istri saya pun menyiapkan masakan untuknya. Jadi, selama puasa dan Lebaran, keluarga kami juga ikut sibuk. Bertoleransi.