Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dalam daftar 50 waralaba olah raga tersukses di dunia versi majalah Forbes di tahun 2013, Chicago Bulls masih masuk daftar 50 besar, walau mereka tak lagi memiliki Michael Jordan!
Empat Besar Speedy NBL Indonesia
Sampai seri kelima Speedy NBL Indonesia musim 2013/14 di Gedung Basket Hall A, Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta, empat besar sulit digeser dari Satria Muda Britama, Pelita Jaya Energi MP, CLS Knight, dan M88 Aspac.
Dalam babak championship games kontestan yang selalu hadir (3 kali) adalah Aspac dan Pelita Jaya. SM absen pada 2013 sementara CLS di 2012. Garuda 2 kali hadir di 2012 dan 2013. Stadium tampil sekali di 2013. Garuda dan Stadium masih berpeluang tampil di empat besar championship sebab berada di peringkat kelima dan keenam.
Mengapa hanya keenam tim itu saja yang pernah tampil ke babak empat besar championships? Khususnya empat besar, masing-masing tim memiliki tokoh sentral, baik di manajemen maupun pemain. Dari sisi pemain, Pelita memiliki Kelly Purwanto, Aspac punya Xaverius Prawiro, CLS ada Rahmad Febri, dan SM Britama ada Ronny Gunawan.
Dari sosok berpengaruh di luar pemain, Aspac memiliki owner sepanjang masa Irawan Haryono, CLS Christopher Tanuwijaya, Pelita ada Syailendra Bakrie, dan SM Britama ada sosok Erick Thohir. Jadi kalau empat besar sulit dilepaskan dari empat tim itu, karena mereka memenuhi syarat penampilan puncak organisasi olah raga (PPO).
Pemain inspiratif biasanya memegang kendali di sebuah organisasi. Irawan adalah pengontrol tim Asaba, ketika berubah nama menjadi Aspac di tahun 1994. Syailendra Bakrie adalah putra Indra Bakrie, yang memegang kendali Pelita Jaya di era 1990an.
Di CLS, Christopher menjadi tokoh sentral transformasi sejak terjadi perubahan pengelolaan dari Yayasan CLS yang cenderung konservatif. Satria Muda ditake over dari pemilik lama Doedie Gambiro ke Yayasan Dharma Bakti Mahaka, yang salah satu pendirinya adalah Erick Thohir pada 1999. Satria Muda langsung menjadi juara di tahun pertama pergantian pemilik itu.
Jadi, tim di luar empat besar itu apakah harus mengikuti cara mereka agar terus survive dan bisa memiliki peluang juara? Saya katakan ya. Teori PPO sudah diuji ke organisasi olah raga besar dan terbukti elemen-elemen teori PPO dipenuhi oleh tim-tim itu.
Organisasi Speedy NBL Indonesia
Jauh sebelum Speedy NBL Indonesia resmi diluncurkan untuk kemajuan bola basket Indonesia, buku tentang penampilan puncak organisasi olah raga sudah dibuat. Kompetisi bola basket pelajar SMA, DBL Indonesia, bahkan lahir lebih dulu 11 tahun lalu. Apakah mereka membangunnya mengacu pada teori PPO itu?
Saya yakin tidak. Ketika dikonfirmasi ke komisioner Azrul Ananda, ia membuat kompetisi antar SMA modalnya adalah nekat dan keringat. "Kaos panitia sampai berubah warna, dari putih ke abu-abu," ucap Azrul, di beberapa kesempatan ngobrol.
Justru dari nekat itulah muncul mimpi yang menantang, impian inspiratif, dan fokus. Pengalaman mengelola DBL Indonesia memunculkan pengalaman sangat berharga menghadapi market bola basket. Mimpi pun dibagi ke masyarakat olah raga Indonesia dengan menerima kontrak PP Perbasi untuk mengelola kompetisi NBL Indonesia.
Karena memiliki tim solid dalam satu atap di Surabaya, fokus DBL Indonesia terus terjaga dalam mengelola kompetisi pelajar maupun profesional. Manajemen yang solid itu ternyata kembali dibawa mengelola asosiasi pemilik klub Speedy NBL Indonesia (Dewan Komisaris). Organisasi kolektif kolegial yang selama ini hanya pepesan kosong, ternyata di tangan NBL Indonesia berubah menjadi organisasi yang kondusif.