Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Mencari Filosofi yang Pas

By Fajar Mutaqin Ahmad - Kamis, 13 Maret 2014 | 15:51 WIB
Pemahaman antara orang tua dan pembina serta atlet harus sama sejak awal. (Kukuh Wahyudi.)

Pada tahap FUNdamental, seorang anak atau calon atlet mulai mengenal gerakan dan keahlian dasar dalam sebuah olah raga. Selanjutnya adalah Learning the Skills, 8 sampai 12 tahun, seorang atlet diperkenalkan pada metode latihan, mempelajari skill, mulai mengenal perangkat khusus jika ingin berlatih. Mereka juga mengenal gerakan mendasar dalam suatu olah raga (tendang, kontrol, sundul).

“Pada tahap ini sebaiknya atlet putra dan putri berlatih bersama. Di Amerika Serikat, pesepak bola putra dan putri pada tahap ini digabung atau bermain bersama. Dampak baiknya, sepak bola putri di AS menjadi salah satu kekuatan di dunia. Namun, dampak buruknya, sepak bola dianggap sebagai olah raga kaum perempuan di sana,” kata Arifin.

Selanjutnya adalah tahap berlatih untuk latihan (Training to Train) umur 12-15, lalu berlatih untuk berkompetisi (Training to Compete) umur 15-19. Tahap berikutnya adalah berjuang untuk menang (Striving to Win) pada usia 19 tahun ke atas, yakni memaksimalkan kemampuan dalam kompetisi untuk menang serta menjalani sepak bola atau olah raga bagi kehidupannya.

Tahap terakhir adalah persiapan pensiun, di mana seorang atlet mempersiapkan dirinya untuk menghadapi masa pensiun dari dunia olah raga karena berbagai faktor, misalnya usia. “Sebenarnya ada banyak filosofi atau memodifikasinya. Di Jerman, bahkan tahap berkompetisi untuk menang sudah dilakukan sejak usia 16 tahun,” kata Arifin.

Ada beberapa kelemahan dan kelebihan soal ini. “Jika tahap berkompetisi untuk menang itu dikenal sejak usia lebih dini akan ada dua risiko. Si atlet jika menang atau sukses, ada kecenderungan sombong, dan malas berlatih sehingga tahap selanjutnya ia justru gagal. Ini kebanyakan menghantui atlet Indonesia yang sudah dikenalkan pada filosofi harus menang sejak usia di bawah 15 tahun,” kata Arifin. Namun, jika sukses seperti atlet Jerman, maka nafsu berkompetisi atlet menjadi sangat tinggi.

Arifin pun mengajak PSSI dan pembina sepak bola nasional untuk mulai menentukan filosofi pembinaan sepak bola Indonesia, dengan memberikan berbagai tahapan serta menyatukan visi semua pihak. Mulai dari orang tua, atlet, pelatih atau pembina, klub, sekolah, dan federasi harus memiliki visi sama dalam mengembangkan anak atau atlet.

FILOSIFI PEMBINAAN USIA DINI
Active start (0–6 tahun)
Fundamental (pa: 6-9, pi: 6-8)
Learning to train (p a: 9-12, pi: 8-11)
Training to train ( pa: 12-16, pi: 11-15)
Learning to compete (pa : 16-18, pi:15-17)
Training to compete (pa : 18-21, pi: 17-21)
Learning to win (pa: 20-23, pi: 20-23)
Winning for a living (pa dan pi: 23 +/-)
Active for live (per siapan pensiun)

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P