Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Dulu Dihina, Sekarang Jadi Fenomena

By Ade Jayadireja - Selasa, 21 Februari 2012 | 15:54 WIB
Jeremy Lin
Getty Images
Jeremy Lin

orang menyebut Jeremy Shu-how Lin, pemain fenomenal dari New York Knicks. Pebasket yang dulu menjadi bahan olok-olokan itu mendadak jadi topik yang paling sering diperbincangkan para pengamat maupun pecinta NBA.

Tak ada yang mengira kehadiran Lin di Knicks akan memberi dampak yang sangat besar, entah itu dari segi permainan atau segi bisnis. Niatnya didatangkan sebagai pelapis Iman Shumpert yang cedera, ia justru melesat bak ketapel dan mengalahkan pamor point guard top NBA macam Chris Paul, Derek Fisher, atau Deron Williams.

Lin juga bisa dikatakan sebagai juru selamat bagi sang pelatih, Mike D'Antoni. Ketika Antoni berada di ambang pemecatan berkat kekalahan bertubi-tubi, Lin memberi tujuh kemenangan beruntun bagi Knicks, termasuk ketika ia mencetak 38 poin untuk mempermalukan LA Lakers 92-85. Tak pelak, lelaki yang lahir di Los Angeles itu menjadi ikon terbaru di Madison Square Garden.

Masa Pahit dan Manis di Ivy League

Usai lulus dari SMA Palo Alto dengan nilai memuaskan (GPA 4,2 dari skala 5), Lin memilih masuk ke Harvard lantaran lamaran beasiswanya ditolak oleh UCLA. Namun, teryata ia tidak mendapat sambutan hangat di sana.

Saat awal mula bermain bersama Harvard Crimson, kira-kira antara tahun 2006 dan 2007, kalimat bernada hinaan seperti "kembali saja ke Cina!" atau "buka mata Anda saat bermain!" selalu diteriakkan para suporter dan pemain lawan ketika Lin memegang bola. Ada pula orang yang memanggilnya dengan Wonton Soup (sup khas Cina). Maklum, tak banyak pebasket Amerika keturunan Asia yang bermain di Ivy League.

"Saya sudah terbiasa. Memang itulah yang terjadi," ucap Lin menanggapi cemoohan yang dialamatkan padanya. "Mungkin saya bisa mengubah stereotip orang-orang. Saya merasa orang Asia pada umumnya tidak mendapatkan rasa hormat seperti seharusnya, entah itu di olahraga, basket, atau apa pun itu."

Dua tahun berselang, pandangan orang-orang terhadap Lin pun berubah. Pemain kelahiran 23 Agustus 1988 itu mulai diperhitungkan semenjak berevolusi menjadi point guard yang tajam. Itu semua tak lepas dari jasa sang pelatih, Tommy Amaker. Bahkan saat Harvard bertanding melawan Santa Clara di Leavy Center, sekelompok orang Asia menyambut Lin dengan meriah.

"Kami seperti berada di Hong Kong," kenang Oliver McNally, mantan rekan setim Lin di Harvard.

Di tahun 2010 Lin lulus dari Harvard sebagai sarjana ekonomi. Ia mengakhiri karier di Ivy League dengan rekor 1.483 poin, 487 rebound, 406 assist, dan 225 steal. Catatan tersebut sekaligus menjadikan Linsanity sebagai satu-satunya pemain Crimson yang menempati 10 besar statistik di Ivy League.

Menjelma Menjadi Bintang

Awal mula berseragam Knicks, Lin hanya bermain selama 55 menit di 23 pertandingan pertama. Bahkan manajemen klub sempat memiliki wacana untuk melepasnya ke tim lain agar mereka bisa mendatangkan pemain baru.

Namun, D'Antoni mempertimbangkan kembali kontrak Lin setelah pemain berusia 23 tahun tersebut menyumbang 25 poin, lima rebound, dan tujuh assist saat bentrok dengan New Jersey Nets 4 Februari lalu. Adalah Carmelo Anthony, small forward andalan Knicks, yang menyarankan si pelatih untuk menurunkan Lin lebih lama.

Sinar Lin semakin terang tatkala ia menyumbang 27 poin untuk membawa timnya menang atas Toronto Raptors 90-87 (14/2). Hebatnya lagi, kemenangan itu ditentukan oleh three point Lin di sembilan detik terakhir. "Ini gila! Saya menonton Linsanity dan berharap setiap tembakannya masuk. Sungguh luar biasa," puji Steve Nash di akun Twitter-nya, @SteveNash.

Point guard LA Clippers, Chris Paul, juga kagum dengan kehebatan Lin. "Melihat pertandingan Knicks versus Raptors. Tembakan hebat dari @JLin7," tulisanya di Twitter (@CP3).

Lin tak lantas terhindar dari hinaan meski dirinya telah jadi bintang dadakan. Usai Knicks kalah 85-89 dari New Orleans Hornets 17 Februari kemarin, seorang wartawan ESPN mengkritik Lin dan menjadikannya sebagai berita utama. Dalam artikel berjudul "Chink in the Armor" itu, ia menggunakan kata yang terkesan menghina kaum Cina dan Asia. Tak sampai 35 menit, tulisan tersebut dihapus dan ESPN langsung memecat sang wartawan.

Ketenaran Lin membuat followers Twitter-nya naik drastis dari 700 menjadi 199.314 hanya dalam tiga hari. Toko online Knicks juga kebanjiran order sampai 3.000 persen. Menurut kabar dari Nydailynews, kostum yang digunakan Lin ketika melawan Lakers telah dilelang dengan harga 190 juta rupiah.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Ade Jayadireja


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X