Salah satu tim yang dilanda dualisme, Persija LPI, tetap berkomitmen tampil sebagai peserta LPI 2013 kendati menghadapi berbagai tantangan.
Pada partai pertama LPI 2013, tim berjuluk Metro Tiger itu sudah mengalami kekalahan dengan skor besar. Bagaimana sebenarnya keadaan Persija LPI pada awal musim ini? Apa saja yang menjadi tantangan saat melakoni LPI 2013?
Berikut petikan wawancara Aning Jati dari BOLA dengan Bambang Sutjipto, Direktur Umum PT Persija Jaya sekaligus CEO Persija LPI, pada Senin-Selasa (25-26/2) di Jakarta.
Di partai pertama, Persija LPI kalah 0-5 dari Persijap. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dalam pertandingan itu kami mengakui kalah segalanya dari tuan rumah. Kami menurunkan skuad dengan materi pemain 80% berusia di bawah 23 tahun yang minim pengalaman.
H-1 sebelum pertandingan lima pemain pilar memutuskan tak bergabung. Mereka menolak kebijakan pemangkasan gaji. Pemangkasan itu mencapai 50%. Langkah itu terpaksa kami ambil mengingat keuangan klub yang tidak bagus karena minimnya pemasukan.
Lantas bagaimana cara membiayai Persija LPI untuk musim ini?
Tanpa konsorsium yang sudah bubar, kami harus bekerja lebih keras lagi untuk menggali sumber pemasukan. Apalagi hingga kini belum ada revenue sharing atau subsidi dari PT LPIS.
Sekarang kami masih bernegosiasi dengan calon sponsor. Semoga deal. Sementara ini pengurus patungan untuk mencukupi kebutuhan tim sampai ada sumber dana lain. Kami juga banyak dibantu pihak Mabes TNI AU, yang memberikan fasilitas berupa tempat latihan serta mes pemain dengan gratis. Hal itu bisa menekan anggaran pengeluaran.
Dengan kondisi seperti ini, kami tak mau bicara soal target juara karena terlalu muluk. Yang penting sekarang bagaimana tim bisa bertanding sesuai jadwal.
Apa yang mendasari pemilihan Stadion Singaperbangsa, Karawang, sebagai kandang Persija LPI?
Yang pertama, tentu pertimbangan dari sisi bisnis. Biaya menggelar pertandingan di Jakarta, khususnya di Stadion Utama Gelora Bung Karno, sangat besar. Bisa mencapai Rp400 juta setiap pertandingan. Sementara itu, pemasukan dari tiket sangat kecil. Kerugian kami terlalu besar. Jika bermain di luar Jakarta, pengeluaran bisa ditekan karena setiap pertandingan rata-rata hanya butuh Rp60 juta.
Kedua, di Jakarta kami harus berhadapan dengan izin menggelar pertandingan dari kepolisian yang terbilang susah. Tiap kali ada event besar di ibu kota, izin pertandingan tak keluar. Hal itu jelas merugikan kami. Selain itu, kami juga ingin memberikan hiburan bagi masyarakat Karawang dan sekitarnya. Kami lihat mereka antusias.
Dengan semua kesulitan itu, Anda yakin Persija LPI bisa bertahan sepanjang musim?
Tentu saja, karena kami punya niat mengabdi serta rela berkorban demi kelangsungan Persija LPI. Kami sebenarnya juga tak ingin Persija ada dua seperti sekarang. Bisa dilihat jika Persija LPI dan Persija LSI sama-sama tak diuntungkan dengan kondisi ini. Contohnya kami yang kesusahan menggaet sponsor. Kalau bisa bersatu, pasti akan lebih baik.
Editor | : | Aning Jati |
Komentar