Suasana gegap gempita di Istora Senayan yang penuh dengan suporter Indonesia terjadi pada Piala Uber 1975. Saat itu, para Srikandi Tanah Air yang berisikan, Minarni, Utami Dewi, Theresia Widiastuti, Regina Masli, Tati Sumirah, dan Imelda Wiguna berhasil memboyong lambang supremasi bulu tangkis beregu putri itu untuk pertama kalinya ke Indonesia.
Regina dkk. sukses memupus dominasi luar biasa Jepang. Sebelumnya, Jepang menjadi kampiun tiga kali berturut-turut.
Namun, rivalitas antara putri Indonesia dan Jepang mulai terkikis di periode 1980-an. Hadirnya China yang baru mengikuti Piala Uber pada 1984m terus mendominasi ajang dua tahunan tersebut dan mempersembahkan 14 gelar.
Kini, keadaan sedang sulit untuk tunggal putri Indonesia. Berbeda dengan 43 tahun lalu saat tunggal putri Indonesia dapat bersaing dengan pemain Jepang, Fitriani dkk. masih kalah determinasi dengan pemain Jepang masa kini yang dipimpin oleh Akane Yamaguchi.
(Baca Juga: Sudah Disiapkan sejak Awal, Valentino Rossi Justru Lupakan Strategi Balapannya)
Skuat Uber Jepang pun mampu menorehkan gelar keenam di Piala Uber 2018 yang diadakan di Bangkok, Thailand 20-27 Mei.
Pelatih tunggal putri Indonesia, Minarti Timur, mengatakan bahwa kehebatan tunggal putri Jepang masa kini tak lepas dari usaha mereka dengan membentuk pemain terbaik dengan waktu yang tak sebentar.
"Jepang saja butuh hampir 30 tahun untuk membuat mereka menjelma sebagai tim kuat dunioa," tutur Minarti kepada JUARA.net.
Minarti melihat ada beberapa aspek yang bisa ditiru dari skuat Jepang untuk bisa diterapkan Gregoria Mariska dkk. agar bisa bersaing di level top dunia.
Hal itu ialah determinasi untuk menang dan daya juang yang sangat tinggi saat bermain. Kedisiplinan pelatihan Jepang juga wajib diimplementasikan tunggal putri nasional.
Editor | : | Imadudin Adam |
Sumber | : | - |
Komentar