Duka mendalam dirasakan rakyat Arab Saudi ketika Raja Fahd bin Abdulaziz Al Saud mangkat pada 2005. Tak cuma rakyat Arab Saudi, kesedihan juga melanda dunia sepak bola.
Penulis: Sem Bagaskara
Perasaan itu terwakilkan lewat ungkapan belasungkawa yang disampaikan Presiden FIFA kala itu, Sepp Blatter, dan sang Sekretaris Jenderal, Urs Linsi.
"Kepergian Raja Fahd meninggalkan kesedihan mendalam di hati orang-orang yang mengenalnya. Bukan hanya rakyat Arab Saudi yang akan merindukannya, tapi rasa kehilangan juga akan terasa sampai luar batas kerajaan," demikian bunyi ucapan belasungkawa FIFA.
King Fahd, demikian publik internasional mengenal Fahd bin Abdulaziz Al Saud yang menduduki takhta raja Arab Saudi sejak 1982. Ia berjasa membangun infrastruktur olahraga kelas satu di Negeri Timur Tengah tersebut.
Baca Juga:
- Bek Asing Persija Waspadai Pencetak Gol SFC di SUGBK
- Ini Bukti Profesionalitas Fachruddin untuk Madura United
- Skuat Tuan Rumah Punya 4 Wakil pada Perempat Final Indonesia Open 2017
Di bawah kepemimpinan Raja Fahd, Arab Saudi juga menggulirkan liga sepak bola profesional pertama mereka. Sumbangsihnya untuk sepak bola internasional terwujud dalam pergelaran King Fahd Cup, yang terselenggara pada 1992.
Idenya adalah agar tim nasional Arab Saudi bisa merasakan sensasi bertempur di level atas. Diundanglah para juara berbagai konfederasi, yakni Argentina (juara Copa America 1991), Amerika Serikat (juara Piala Emas 1991), dan Pantai Gading (juara Piala Afrika 1992).
Arab Saudi melengkapi daftar kontestan sekaligus berperan sebagai tuan rumah. Turnamen digelar lagi pada 1995. Arab Saudi tetap tampil sebagai penyelenggara. Namun, kompetisi kian ramai karena juara Eropa dan Asia ikut bergabung.
Denmark (juara Euro 1992) dan Jepang (juara Piala Asia 1992) bersaing dengan wakil Conmebol (Argentina), Concacaf (Meksiko), dan CAF (Nigeria).
"Pelatih kami, Richard Moller-Nielsen mengatakan bahwa ini akan menjadi turnamen yang lebih sulit dari Euro. Terkesan aneh, tapi ia benar sebab kami bermain melawan tim dengan gaya yang tidak familier, seperti Meksiko dan Argentina," kata penyerang Denmark di King Fahd Cup 1995, Brian Laudrup.
Gladi Resik
Keunikan King Fahd Cup menarik perhatian FIFA. Organisator sepak bola dunia itu akhirnya mengambil alih hak penyelenggaraan King Fahd Cup dan mengubah namanya menjadi Piala Konfederasi.
Di bawah naungan FIFA, Piala Konfederasi pertama kali diputar pada 1997 di Arab Saudi.
Kontestan bertambah menjadi delapan tim. Juara Piala Dunia 1994 (Brasil) dan kampiun OFC Nations Cup (Australia) turut ambil bagian. Piala Konfederasi lantas menjadi agenda rutin FIFA yang diputar tiap dua tahun sekali.
Namun, kian padatnya jadwal pertandingan sepak bola di era modern sempat membuat Piala Konfederasi dianggap sebagai gangguan ekstra. Meninggal dunianya pemain Kamerun, Marc-Vivien Foe, di tengah-tengah pertandingan pada edisi 2003 kian menambah kecaman.
FIFA pun membuat kebijakan baru. Mulai edisi 2005, Piala Konfederasi digelar setiap empat tahun sekali.
Turnamen ini lantas menjadi ajang gladi resik guna menguji kesiapan sekaligus infrastruktur negara tuan rumah Piala Dunia.
Tapi, masa depan Piala Konfederasi tengah dipertanyakan. Muncul kabar bahwa Rusia 2017 bakal menjadi edisi terakhir Piala Konfederasi.
"Jika tak ada Piala Konfederasi pada 2021, saya tidak akan merasa kecewa," ujar pelatih Jerman, Joachim Loew.
Pada November tahun lalu, FIFA mengakui bahwa ada pembahasan serius terkait Piala Konfederasi. Perubahan mesti dilakukan mengingat Piala Dunia 2022 di Qatar berlangsung pada November, bukan Juni.
Tetap menggulirkan Piala Konfederasi pada Juni 2021 bakal menyiksa pemain sebab cuaca Qatar sedang panas-panasnya. Di lain sisi, menggeser kejuaraan pada November dianggap akan merusak tatanan kalender sepak bola yang selama ini sudah berjalan rapi.
DAFTAR JUARA
- 1992 Argentina
- 1995 Denmark
- 1997 Brasil
- 1999 Meksiko
- 2001 Prancis
- 2003 Prancis
- 2005 Brasil
- 2009 Brasil
- 2013 Brasil
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.777 |
Komentar