Coupe de France atau Piala Prancis adalah rumah untuk kejutan. Tapi, bagi Angers, upaya mengalahkan Paris Saint-Germain di final Coupe de France 2016-2017, Sabtu (27/5/2017), akan tetap terasa seperti mendaki Pegunungan Himalaya yang penuh tantangan mematikan.
Penulis: Sem Bagaskara
Kejutan-kejutan hebat sangat sering muncul di Coupe de France. Kisah El Biar, klub medioker asal Aljazair, yang berkompetisi di kasta keempat adalah salah satunya.
El Biar menyingkirkan Stade de Reims di babak 16 Besar Coupe de France 1956-1957.
Reims kala itu merupakan tim raksasa Prancis dan semusim sebelumnya mentas di final Piala Champions kontra Real Madrid. Magi kejuaraan yang mulai digelar pada 1917 itu tak luntur di era modern.
Klub divisi tiga, Quevilly, menggemparkan jagad Negeri Mode dengan keberhasilan melaju ke final edisi 2011-2012.
Quevilly menjadi klub ketiga dari kompetisi National yang mampu mentas di final. Mereka mengikuti jejak Nimes (1995-1996) dan Amiens (2000-2001).
Percaya kepada keajaiban. Itulah semangat yang bakal diusung Angers kala menantang PSG di final Coupe de France 2016-2017.
Pelatih Angers, Stephane Moulin, pernah memakai analogi menarik untuk menggambarkan pertemuan dengan PSG.
Pada pekan ke-16 Ligue 1 2015-2016, Angers bersiap menjamu PSG yang waktu itu masih diasuh Laurent Blanc. Tamu asal Paris datang dengan bekal sembilan kemenangan beruntun.
Emery: 'Finish the season with a trophy': Before the Coupe de France final against Angers, Unai Emery underscored… https://t.co/EwAzGZ0oSG pic.twitter.com/4ay4ZoXsXl
— PSG_MP (@PSG_MP) May 26, 2017
"Kami harus mendaki Himalaya. Melakukannya dengan memakai sandal akan mustahil. Karena itu kami harus memakai sepatu yang tepat," ujar Moulin di Sports.fr.
Puncak "Himalaya Paris" gagal digapai Angers. Tapi, anak asuh Moulin tetap bisa bangga karena mampu menahan imbang PSG 0-0.
Partai itu mesti dijadikan acuan bagi pasukan Angers. Karl Toko Ekambi cs layak percaya diri karena mereka menutup Ligue 1 musim ini dengan hasil bagus.
Angers mengumpulkan dua kemenangan plus sebiji hasil imbang dalam tiga partai pamungkas liga. PSG malah hanya bermain imbang 1-1 kontra Caen di pertandingan terakhir.
Edisi ke-100
Namun, kekecewaan itu justru bakal memicu amarah PSG. Gelar Coupe de France bakal menjadi setitik terang di akhir perjalanan musim Les Parisiens yang cenderung muram.
Baca Juga:
- Berkat Kekalahan Arsenal, Sinar Granit Xhaka Muncul Musim Ini
- Tangisan Petinggi PSS Sleman untuk Pemain Elang Jawa
- Ezra Walian Punya Standar untuk Tentukan Klub Baru
"Bagi kami Coupe de France musim ini penting. Ini adalah edisi ke-100. Kami ingin gelar ke-11, karena itu kami bersiap agar mampu bermain baik dan menang," kata pelatih PSG, Unai Emery.
Analogi Moulin masih relevan dipakai di ajang Coupe de France. PSG adalah Himalaya yang sulit ditaklukkan di ajang kompetisi piala domestik (Coupe de France dan Coupe de la Ligue).
Edinson Cavani cs selalu menang dalam 31 partai pamungkas mereka!
Jika berhasil membekuk Angers, PSG bakal resmi menjadi tim tersukses di pentas Coupe de France dengan 11 gelar, meninggalkan perolehan sang rival bebuyutan, Marseille (10 titel).
Congratulations to #Maxwell who played his last league game for PSG.
He's the player who won the most official cups in football history. pic.twitter.com/QAGTsGcX8L
— Seleção Brasileira (@BrazilStat) May 20, 2017
Kebanggaan bukan cuma milik kolektif. Bek kiri PSG, Maxwell, yang telah mengumumkan perpisahan dengan klub, juga berpotensi mencetak pencapaian spesial.
Apabila sukses mengantar PSG meraih titel Coupe de France 2016-2017, Maxwell akan menyandang label sebagai pemain dengan gelar juara terbanyak.
Bek kiri asal Brasil itu kini sudah mengoleksi 36 trofi juara bersama Cruzeiro, Ajax, Inter, Barcelona, dan PSG. Hanya legenda Manchester United, Ryan Giggs, yang mampu menyamai torehan Maxwell.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar