Target tercapai, masuk fase grup LC dan untuk kali kelima dalam lima musim terakhir secara beruntun, Atletico selalu finis di posisi tiga besar.
Pencapaian ini menjadi pijakan buat mematok target serupa pada musim depan: finis di tiga besar dan melangkah jauh di LC.
Garansi penampilan di fase grup LC terdengar sepele buat klub selevel dan sekaliber Atletico. Tapi, pada kenyataannya, semua klub di Spanyol, kecuali Madrid dan Barca, membutuhkan pengaruh lain dari penampilan di LC selain prestise dan gengsi kompetisi, yakni guyuran fulus yang menyertai.
Biaya untuk mampu bersaing rutin di papan atas La Liga, serta bisa konsisten bersaing di LC, tak murah. Tapi, pencapaian tinggi di LC juga mengompensasi keluarnya uang tersebut.
Sejak musim penuh pertama pria Argentina itu mengarsiteki Atletico, Simeone sudah memberikan sekitar 204 juta euro dari Liga Champions!
Kalau ditambah pemasukan dari partisipasi hingga menjadi juara di Liga Europa musim 2011/12 (Diego Simeone tidak melatih sejak awal musim), jumlahnya bertambah lagi menjadi 218 juta euro alias 3,1 triliun rupiah!
Pendapatan terbesar diraih pada edisi lalu, 2015/16, ketika Atletico bisa sampai ke final LC, tetapi kalah adu penalti dari rival sekota mereka, Real Madrid.
Dengan penampilan Atletico pada musim ini yang sebetulnya tidak mengecewakan, menembus babak semifinal, pundi-pundi pendapatan Atletico terjaga.
Hanya, Simeone jadi pusing karena pemasukan itu tidak bisa dipakai untuk memperkokoh skuat via jalur transfer pemain. Atletico masih terbelit sanksi UEFA soal perekrutan pemain minor dan tak bisa mendaftarkan pemain baru pada dua jendela transfer.
Musim panas ini, Atletico tidak bisa membelanjakan uang yang mereka punya, setidaknya sampai CAS (Pengadilan Arbitrase Olah Raga) mengeluarkan hasil banding Atletico sebelum 1 Juni.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.768 |
Komentar