'Ketika cuma punya 10 euro di saku, Anda tak bisa makan di restoran yang menyajikan makanan berharga 100 euro,' kata eks pelatih Juventus, Antonio Conte, mengeluh. Persoalannya barangkali bukan soal jumlah uang, melainkan kebijakan untuk memilih menu yang sesuai isi kantong. Massimiliano Allegri, penerus Conte, berhasil melakukannya.
Penulis: Sem Bagaskara
Setelah sukses di Serie A, wajar jika Conte membidik prestasi yang lebih tinggi bersama Juventus. Juara Liga Champion lantas menjadi target.
Namun, kompetisi paling elite Eropa itu menjanjikan tantangan lebih sulit. Juve arahan Conte hanya melangkah ke perempat final (2012/13) dan tersingkir di babak fase grup (2013/14).
Conte beralasan bahwa dirinya tak dibekali dana memadai untuk membeli pemain berkualitas. Analogi soal restoran pun muncul.
Keluhan Conte masuk akal. Selama tiga musim membesut Juve (2011-2014), ia menghabiskan 215,27 juta euro di bursa transfer.
Sang suksesor, Allegri, sampai kini telah membelanjakan 391,35 juta euro di pasar pemain.
Kendati punya sumber dana lebih besar, Allegri tetap layak diberikan kredit. Ia merekrut pemain yang pas dengan kebutuhan Si Nyonya Tua di pentas antarklub Eropa.
Baca Juga:
- Viking Boleh Dukung Persib di Gresik, Asal...
- Barcelona Siap Ambil Keuntungan dari Krisis Arsenal
- Tottenham belum Menggeser Arsenal sebagai Kekuatan Utama di London Utara!
Allegri berpandangan bahwa untuk sukses di pentas antarklub Benua Biru, Juve perlu memiliki sejumlah pemain berteknik tinggi, bisa melewati lawan dalam situasi satu lawan satu, serta mampu berlama-lama dengan bola.
Tipe pemain seperti itu bisa muncul sebagai penentu saat semangat kolektivitas tak lagi mempan.
"Kami perlu menggunakan kecerdasan. Kami mesti keluar dan mencari pemain muda bertalenta. Tim perlu poros solid pemain Italia dan pilar asing yang benar-benar mampu memberikan kualitas teknik," kata Allegri.
Urgensi mengumpulkan personel berteknik apik kian mengemuka usai Juve asuhan Allegri kalah dari Barcelona di final Liga Champion 2014/15.
Datanglah kemudian nama-nama seperti Alex Sandro, Dani Alves, Miralem Pjanic, Juan Cuadrado, Marko Pjaca, Paulo Dybala, dan Gonzalo Higuain.
"Di kompetisi antarklub Eropa, Anda memenangi laga dengan teknik, bukan berlari," tutur Allegri.
Determinasi
Filosofi Allegri sangat berlawanan dengan Conte, pendahulunya di kursi pelatih Si Nyonya Tua.
Mentor Allegri dalam dunia kepelatihan, Giovanni Galeone, menunjukkan perbedaan mencolok antara mantan anak asuhnya itu dengan Conte.
"Saya beri Anda contoh. Italia asuhan Conte bermain bagus kontra Spanyol di Udine lalu menantang Jerman dan kalah 0-3. Analisis taktik Conte sehari berikut demikian: 'Pada level seperti ini, kami perlu determinasi'," kata Galeone, yang menukangi Allegri di Pescara, Perugia, dan Napoli.
Di lain sisi, Allegri nyaris tak pernah berbicara soal determinasi. Hal yang ia sorot selalu bersinggungan dengan teknik seperti operan atau cara bertahan terbaik.
Pelatih yang akrab disapa Max itu juga begitu luwes dalam penerapan formasi. Di bawah Allegri, Juve pernah mentas dengan sejumlah formasi seperti 3-5-2, 4-3-1-2, 4-3-3, dan yang terbaru 4-2-3-1.
Pengetahuan mendalam Allegri soal taktik memungkinkan Si Nyonya Tua untuk menghadapi bermacam tipe lawan di pentas Eropa.
Namun, bukan berarti skuat asuhan Allegri kehilangan determinasi dan rasa lapar ala Juve besutan Conte.
Ketika membekuk Barcelona 3-0 di perempat final leg I Liga Champion 2016/17, personel Juventus mencatat jarak jelajah sejauh 108,7 kilometer alias nyaris 10 kilometer lebih banyak ketimbang sang lawan!
Allegri tampaknya harus sedikit merevisi ucapannya tadi. Juve menang di pentas antarklub Eropa musim ini dengan teknik dan berlari.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.764 |
Komentar