Hal ini diperburuk dengan jeleknya penampilan Evan Dimas sebagai pengatur serangan. Eks kapten Indonesia U-19 tersebut sering kehilangan bola dan salah melepas operan.
Rekannya di lini tengah, Hanif Sjahbandi, juga lebih sering melepas operan horizontal dan malah ke belakang alih-alih menuju lini depan.
Terisolasi
Kebuntuan sektor ofensif berbuntut pada minimnya peluang. Indonesia U-22 butuh 26 menit sebelum akhirnya bisa melepas tembakan pertama ke gawang Persija melalui Evan, itu pun melenceng dari sasaran.
Minimnya upaya percobaan ke gawang lawan juga terjadi karena striker Ahmad Nur Hardianto terisolasi di lini depan sehingga kerap turun terlalu dalam.
Adapun striker milik klub Persela ini cuma bisa melepas satu shot on target sepanjang pertandingan, yakni di injury time babak pertama lewat tembakan lemah yang sama sekali tak membahayakan.
Konsistensi
Menurut Milla, tim asuhannya bermain baik sepanjang laga kontra Persija. Inilah yang membuat sang pelatih tak gusar dengan hasil kacamata.
"Satu hal yang lebih baik dibanding saat melawan Myanmar adalah tim bisa bermain baik selama 90 menit. Kami memang kewalahan, tapi tidak kebobolan sepanjang laga. Stamina juga sudah lebih bagus," ujarnya.
Namun, kacamata Milla sepertinya berbeda dengan yang dipakai Rohit Chand. Gelandang Persija itu menilai sejumlah pergantian membuat performa lini tengah Indonesia U-22 menurun.
"Setelah sejumlah pergantian, lini tengah kami (Persija) jadi lebih baik dibanding mereka," katanya kepada BOLA di mixed zone.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar