Setelah sebelumnya kompetisi dalam negeri bertajuk Liga Primer Indonesia mencoba kebijakan marquee player, Liga 1 musim ini mencoba kembali peraturan tersebut. Klub peserta Liga 1 diperbolehkan mendatangkan satu pemain asing lagi di luar kuota dua non-Asia plus satu Asia dengan status marquee player.
Penulis: Kukuh Wahjudi/Budi Kresnadi/Ram Makagiansar/Suci Rahayu
Namun, kriteria tambahan satu pemain itu tidak sederhana. Pertama, pesepak bola asing di bawah usia 35 tahun. Kedua, pernah bermain dalam putaran final Piala Dunia (2006, 2010, dan 2014).
Ketiga, berasal dari delapan liga elite internasional, seperti Liga Inggris, Spanyol, Italia, hingga Prancis.
"Kebijakan marquee player untuk menjadikan sepak bola kita lebih profesional. Lebih punya nilai jual industri. Kedua, pemain-pemain bola kita termotivasi," kata Edy Rahmayadi, Ketua Umum PSSI.
Intinya, seorang marquee harus mampu menarik sponsor dan bisa berkontribusi besar di lapangan.
Hal inilah yang menjadi tanda tanya bagi sebagian pihak. Pasalnya, Indonesia belum memiliki kisah sukses dari kebijakan marquee player.
Pada kompetisi LPI, Bandung FC yang bermarkas di Stadion Siliwangi Bandung pernah memiliki marquee player eks pemain Aston Villa, yakni Lee Hendrie.
Selain bayaran tinggi, fasilitas yang diberikan manajemen terbilang wah.
Ia tinggal di sebuah rumah mewah yang dilengkapi kolam renang di kawasan elite Setiabudi, Bandung Utara. Namun, fasilitas yang diberikan tidak sepadan dengan penampilannya di lapangan hijau.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar