Alexandre Da Silva Mariano. Nama ini terdengar kurang akrab di telinga para penikmat sepak bola Indonesia. Berbeda situasinya ketika sang pemain menggunakan nama panggilan Amaral, tentu lebih familier mengingat dia pernah berkiprah sesaat di kompetisi nasional.
Penulis: Indra Citra Sena/Ram Makagiansar
Amaral menginjakkan kaki di Tanah Air pada awal 2011.
Dia tiba sebagai marquee player untuk Manado United yang bernaung di Liga Primer Indonesia (LPI) selaku kompetisi tandingan Liga Super Indonesia (LSI) tatkala sepak bola nasional tengah dilanda skandal dualisme kepengurusan.
Pengalaman Amaral selama bertahun-tahun mengarungi ketatnya persaingan di liga-liga top Eropa bareng Parma, Benfica, Fiorentina, dan Besiktas diharapkan bisa meningkatkan nilai jual dan gengsi LSI.
Dia juga sempat main bareng Roberto Carlos, Bebeto, Ronaldo, dan Rivaldo di tim nasional Brasil U-23 pada Olimpiade 1996.
Kenyataannya, Amaral tak banyak berkontribusi di Manado United. Gelandang yang kala itu telah berusia 38 tahun tersebut bahkan hanya bertahan lima bulan sebelum hijrah ke Persebaya Surabaya pada Oktober 2011.
“Saya ingat masa bakti Amaral sekitar lima bulan. Kontribusinya cuma satu gol," kata Ronny Pangemanan, yang menjabat Manajer Manado United pada 2010.
Meski begitu, kehadiran Amaral bak magnet di ibu kota Sulawesi Utara. Status marque player pertama LSI telah menarik minat masyarakat sekaligus melahirkan efek positif lewat aksi-aksi di atas lapangan.
“Impresif betul Amaral waktu itu. Dia klop sekali dengan sesama pemain Brasil, Jardel Santana," kenang asisten pelatih Manado United 2011, Fecky Lasut.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar