Bagi seorang Josep Guardiola, wawasan taktik saja tidak cukup. Penting pula buat pelatih yang kini menangani Manchester City itu tidak mengalami distorsi dalam berkomunikasi.
Oleh karenanya, beberapa bulan sebelum menangani Bayern Muenchen pada 2013, Pep Guardiola menyiapkan diri dengan belajar bahasa Jerman secara getol.
Dikatakan saudaranya, Pere Guardiola, eks juru taktik Barcelona itu menghabiskan empat jam sehari dalam masa sabatikalnya untuk mengikuti kursus privat.
Obsesi Guardiola untuk belajar bahasa Jerman secepat mungkin turut didukung oleh salah satu mentornya, Louis van Gaal, yang juga pernah menangani FC Bayern.
"Menjadi sangat penting buat Guardiola karena bahasa Jerman untuk orang Spanyol sama sulitnya dengan bahasa Spanyol untuk saya," ujar pria asal Belanda itu.
Singkat cerita, Guardiola sudah bisa berbicara bahasa Jerman dengan lancar pada jumpa pers pertamanya bersama Bayern.
“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang tak akan mengenal bangsanya sendiri.” - Pramoedya Ananta Toer
Saat menjalani sesi latihan, Guardiola benar-benar menjadi poliglot. Dia berbicara bahasa Jerman dengan pemain lokal, bahasa Spanyol dengan Javi Martinez, dan bahasa Catalan dengan Juan Bernat.
Kepiawaian Guardiola sebagai "guru bahasa" juga dipamerkan pada jumpa pers menjelang pertemuan Bayern dan Real Madrid di semifinal Liga Champions.
Dia menjawab pertanyaan wartawan dengan bahasa Inggris, Jerman, Spanyol, dan Catalan.
Itulah salah satu faktor kesuksesan Guardiola meraih tiga gelar Bundesliga dan dua trofi DFB Pokal bersama Bayern.
Luis Milla
Jauh di Indonesia, ada kolega Guardiola bernama Luis Milla. Sudah diketahui, dia adalah pelatih tim nasional Indonesia untuk senior dan U-22.
Begitu banyak kesamaan di antara mereka berdua. Sebelum Guardiola mapan sebagai gelandang bertahan Barcelona, Johan Cruyff sempat mendapuk Milla di posisi serupa.
Sama-sama berguru dari Cruyff, keduanya pun mengusung gaya tiki-taka, yang menuntut anak-anak asuhnya menguasai permainan dengan operan dari kaki ke kaki.
Berkat gaya itu pula, Milla membawa Spanyol U-21 menjuarai Piala Eropa 2011.
Ilmu dari Cruyff coba ditularkan Milla pada seleksi pertama timnas. Ambil contoh saat skenario sepak pojok, eksekutor diminta melepaskan operan ke rekan terdekat, bukan mengirimkan bola langsung ke kotak penalti.
Perbedaan besar di antara Milla dan Guardiola adalah bagaimana cara menyampaikan pesan kepada pemain. Jangankan untuk berbicara bahasa lokal, menggunakan bahasa Inggris saja Milla tidak atau minimal belum mampu.
Alhasil, begitu banyak perantara dalam kehidupan Milla bersama Garuda. Saat menjalani aktivitas dengan publik, dia dibantu Bayu Eka Sari untuk alih bahasa dari Spanyol ke Indonesia.
Memasuki area teknis seperti sesi latihan di lapangan, Bayu jarang terlibat. Milla lebih banyak dibantu oleh Eduardo Perez.
Hampir setiap Milla berpindah posisi, Eduardo mengikuti. Tujuannya adalah menerjemahkan penuturan Milla dari bahasa Spanyol ke bahasa Inggris.
"Memang pemain dipaksa untuk memahami bahasa Inggris," kata Bayu kepada JUARA, Rabu (22/2/2017).
Baca Juga:
- Eksklusif, Ezra Walian Bicara soal Kostum Timnas Pertama dan Mi Bakso
- Gabigol, Ronaldo Terlambat Lima Bulan
Inilah masalahnya. Tidak sedikit pemain kebingungan dengan instruksi dari Milla dan Perez. Maklum, tidak semua pemain timnas menguasai bahasa Inggris, apalagi Spanyol.
"Ada kesulitan ketika Milla berbicara dengan bahasa Spanyol, jadi kami membutuhkan waktu agak lama untuk memahaminya. Saya sendiri tidak mengerti," kata seorang pemain, Rabu (22/2/2017).
Padahal, tiga hari seleksi merupakan momen penting untuk 25 calon pemain timnas. Sungguh disayangkan apabila mereka gagal menunjukkan kemampuan terbaik hanya karena kegagalan komunikasi.
Bayangkan kalau hal serupa terjadi di lapangan pada SEA Games 2017, ketika Milla sangat mungkin harus mengambil keputusan cepat dan menyampaikannya kepada pemain.
Tanpa mengecilkan usaha Milla yang sudah coba mendekatkan diri pemain, PSSI sepatutnya mengevaluasi kendala bahasa di lingkungan timnas. Masih ada waktu pada dua tahapan seleksi, pemusatan latihan, dan sejumlah partai uji coba menjelang SEA Games.
Tak usah jauh-jauh belajar dari Guardiola, ada Ivan Kolev sebagai contoh paling dekat. Saat baru menangani timnas, Kolev sempat menggunakan jasa penerjemah karena tidak bisa berbahasa Inggris.
Hanya saja, kendala itu cuma berlangsung tak lama, sekitar satu tahun. Pelatih asal Bulgaria itu memiliki kemauan belajar bahasa Indonesia.
Ada penuturan dari Pramoedya Ananta Toer berbunyi, “Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang tak akan mengenal bangsanya sendiri.”
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | - |
Komentar