Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sorot Leicester, Dua Petaka Besar Spanyol

By Jumat, 24 Februari 2017 | 10:32 WIB
Pemain Leicester City, Christian Fuchs (kiri) dan Jamie Vardy, menunjukkan raut kecewa seusai dikalahkan Burnley dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Turf Moor, Burnley, pada 31 Januari 2017.
GARETH COPLEY/GETTY IMAGES
Pemain Leicester City, Christian Fuchs (kiri) dan Jamie Vardy, menunjukkan raut kecewa seusai dikalahkan Burnley dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Turf Moor, Burnley, pada 31 Januari 2017.

Keharusan tampil di Liga Champions sejak fase grup kerap memberikan kesulitan kepada klub yang berukuran kecil di liga domestik. Leicester City mengalaminya musim ini.

Penulis: Christian Gunawan

Jika terdegradasi di akhir musim, Leicester bukan klub liga mapan yang pertama kali mengalaminya. Akan tetapi, The Foxes akan menjadi yang pertama dari Inggris.

Dari Jerman, setelah LC memberlakukan fase grup, Wolfsburg adalah debutan yang berkesulitan di musim yang sama.

Mereka hanya finis di posisi kedelapan pada 2009-2010. Bagaimana dari tiga liga papan atas Eropa?

1. Leeds dan Blackburn

 


Raut wajah kecewa ditampakkan striker Leeds United, Alan Smith (kanan), usai mencetak gol bunuh diri saat melawan Wolverhampton Wanderers dalam laga lanjutan Premier League 2003-2004 di Stadion Molineux, Wolverhampton, pada 28 Desember 2003.(JAMIE MCDONALD/GETTY IMAGES)

Menyebut efek bagus, kemudian buruk Liga Champions terhadap klub Inggris, penggemar sepak bola akan teringat kepada Leeds. The Whites melejit sampai ke semifinal LC di musim debutnya. Selain itu, tim David O’Leary bisa mengakhiri 2001-2002 itu di posisi kelima.

Namun, utang yang diambil pemilik klub, Peter Risdale, jauh lebih besar daripada pemasukan dari LC. Leeds mulai merasakan efek buruknya di lapangan hijau semusim kemudian, finis di peringkat ke-15 pada 2002-2003. Karena utang, Leeds melego Rio Ferdinand dan Jonathan Woodgate.

Setahun kemudian, klub West Yorkshire ini benar-benar mengalami takdir terdegradasi di akhir 2003-2004 (ketika itu bersama Leicester). Leeds tak pernah kembali ke Premier League.

Baca Juga:

Tidak separah Leicester, tapi Blackburn menurun pada 1995-1996, semusim usai menaklukkan Liga Premier. Rovers finis di peringkat ketujuh.

Boleh jadi posisi yang sebenarnya lumayan itu terbantu kegagalan tim Kenny Dalglish ke fase gugur Liga Champions.

Rovers hanya finis sebagai juru kunci grup yang dihuni Spartak Moskva, Legia, dan Roseborg, dengan hanya kemenangan atas klub terakhir.

Semusim kemudian, Tim Sherwood cs merosot ke posisi ke-13. Sedikit berbeda dengan Leeds, Blackburn sempat meroket ke posisi keenam 1997-1998 (bisa ke Piala UEFA, pendahulu Liga Europa), hanya untuk terelegasi setahun kemudian.

Bila tidak turun divisi sekalipun, Leicester berpeluang menjadi tim Inggris pertama yang mencatat finis terburuk di musim yang sama.

2. Chievo dan Sampdoria

 


Pemain Chievo Verona (kiri-kanan): Paolo Sammarco, Cesare Rickler, dan Marco Malago menampakkan ekspresi kecewa saat timnya dipastikan terdegradasi ke Serie B seusai dikalahkan Catania dalam laga lanjutan Serie A 2006-2007 di Stadion Renato Della Ara, Catania, pada 27 Mei 2007.(NEW PRESS/GETTY IMAGES)

Dari Italia, tercatat dua klub yang tampil di fase grup Liga Champions dengan finis rendah di musim yang sama.

Kedua klub yang sama-sama hanya finis di peringkat ke- 11 di Serie A adalah Udinese 2005-2006 dan Fiorentina 2009-2010.

Klub terakhir lebih lumayan, bisa menjadi juara grup, tapi kandas di 16 Besar. Udinese hanya finis di posisi ketiga grup.

Serie A juga melihat wakilnya bisa mendapat jatah ke Liga Champions tapi terdegradasi musim berikutnya. Hal itu menimpa Chievo 2006-2007 dan Sampdoria 2010-2011.

Hanya, sebagai catatan, keduanya tak tampil di fase grup alias mandek di Kualifikasi III.

 

3. Celta dan Villarreal


Ekspresi kecewa pemain Villarreal seusai gawang mereka dibobol Atletico Madrid di Stadion El Madrigal, Villareal, pada 13 Mei 2012.(JOSE JORDAN/AFP)

Sukses mendapatkan tiket ke Liga Champions di akhir 2002-2003, Celta Vigo masuk fase grup usai menyingkirkan Slavia Praha di Kualifikasi III dengan selisih tipis, 3-2, dari dua laga. Kesulitan itu tak berlanjut di fase grup.

Celta lolos ke 16 Besar usai menjadi runner-up grup di bawah Milan dan mengungguli Club Brugge dan Ajax. Pada akhirnya, Celta diempaskan Arsenal di perdelapan final.

Namun, kewajiban di LC mengoyak performa mereka. Di akhir musim, Savo Milosevic cs terdampar di peringkat ke-19 La Liga 2003-2004.

Beberapa tahun kemudian, Villarreal mengikuti jejak buruk Celta. Sebelum 2011-2012, Villarreal sudah dua kali merasakan LC dengan segala keketatannya.

Namun, pengalaman pun tak menjamin ketangguhan berlaga di dua ajang tertinggi. Villarreal 2011-2012 babak belur di dua kompetisi. Di Liga Champions, Submarino Amarillo kandas tanpa poin di fase grup.

Di La Liga, mereka mesti terdegradasi pada akhir musim secara mengenaskan: hanya selisih satu poin dengan peringkat ke-17, Granada, dan dua poin dari dua klub di atas Granada.

Sejumlah wakil La Liga juga nyaris bernasib serupa dua klub itu. Mereka adalah Mallorca 2001-2002 (peringkat ke-16), Sociedad 2003-2004 (15), dan Valencia 2015-2016 (12).

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Beri Bagja
Sumber : Tabloid BOLA No. 2.744


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X