Dalam hal skema permainan, Leicester City adalah salah satu juara Premier League yang paling simpel.
Penulis: Dwi Widijatmiko
Ketika menjadi kampiun musim lalu, pelatih Claudio Ranieri cukup mengandalkan satu formasi: 4-4-2.
Skema ini memang bisa berevolusi menjadi 4-2-3-1, tapi intinya tetap empat bek, dua sayap, dua gelandang tengah, dan dua penyerang. Pemain-pemain penghuni formasi 4-4-2 itu pun tetap.
Kiper Kasper Schmeichel (38 penampilan di EPL musim lalu) dibentengi bek kanan Danny Simpson (30), dua bek tengah Robert Huth (35) dan Wes Morgan (38), serta bek kiri Christian Fuchs (32).
Sayap kanan-kiri ada Riyad Mahrez (37)-Marc Albrighton (38). Dua gelandang tengah adalah N'Golo Kante (37) dan Danny Drinkwater (35).
Shinji Okazaki (36) dan Jamie Vardy (36) merupakan duet penyerangnya. Saat formasi menjadi 4-2-3-1, Kante-Drinkwater menjadi double pivot.
Okazaki turun menjadi second striker. Dia diapit oleh Mahrez dan Albrighton. Musim ini hanya satu dari 11 pemain utama Leicester yang menghilang.
Kante dilego ke Chelsea. Barangkali kondisi itu yang menjadi alasan Ranieri bertahan dengan skema 4-4-2 andalan musim 2015/16.
Formasi 4-4-2 nyaris selalu dipakai Ranieri sampai Boxing Day.
Tapi, pencapaian hasil Si Rubah mengenaskan. Hanya menang empat kali, seri lima kali, dan kalah sembilan kali.
Selepas Boxing Day, yang lagi-lagi berakhir kalah 0-2 dari Everton (26/12), barulah Ranieri bereaksi. Pada partai selanjutnya kontra West Ham, dia menggelar 4-2-3-1.
Bukan 4-2-3-1 biasanya karena yang menjalankan peran sebagai second striker adalah Mahrez.
Reaksi itu sebetulnya terlambat. Ketika melihat pencapaian tim sudah tidak bagus pada pekan-pekan awal, seharusnya Ranieri telah mempertimbangkan untuk mengganti sistem skuatnya.
Baca Juga:
- 3 Terbaik dan Terburuk di Kompetisi Eropa Akhir Pekan Kemarin
- Menpora: Tak Mungkin Cuma Mengandalkan Pemain Naturalisasi
- Silakan Hengkang, Arsene Wenger!
Toh dia punya banyak opsi seturut kedatangan pemain gres yang karakternya bisa menghadirkan warna baru dalam permainan tim. Contohnya Ahmed Musa atau Bartosz Kapustka.
Leicester menang 1-0 atas West Ham.
Tapi, momen itu ternyata hanya menjadi awalan dari kebingungan yang kini diperlihatkan Ranieri.
Selepas Boxing Day, skema Leicester selalu berubah dari pertandingan ke pertandingan.
Diawali 4-2-3-1 melawan West Ham, kemudian berturut-turut 4-3-1-2, 3-5-2, 4-3-1-2, 4-2-3-1, 4-1-4-1, dan balik lagi 4-2-3-1.
Tidak ada kepastian formasi sejak pergantian tahun. Hasilnya pun mengerikan.
Dalam enam partai terakhir di Premier League, Leicester tidak pernah menang, kalah lima kali, dan tidak pernah mencetak gol!
Wajar jika kemudian isu pemecatan Ranieri muncul walaupun kemudian dibantah manajemen klub. Sang pelatih bisa dianggap gagal membaca kesulitan yang dialami tim dan tidak mampu mencarikan solusinya.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar