Pada 28 Januari 2017, Blackburn Rovers menjalani sebuah partai penting, babak IV Piala FA. Lawannya adalah klub tetangga, Blackpool. Rovers menang 2-0. Barangkali, memang wajar kalau Rovers menang. Kalau dilihat dari kasta liga, maka Rovers ada dua tingkat lebih tinggi dibanding Blackpool.
Rovers ada di Divisi Championship, atau liga urutan kedua di sepak bola Inggris, setelah Premier League. Sementara Blackpool ada di Divisi League Two, atau di divisi 4.
Rovers memang ingin partai ini mereka menangi. Tidak ada istilah seri apalagi kalah. Akan tetapi, ada satu hal yang mendampingi partai itu. Muncul sebuah gerakan yang dilakukan oleh para suporter Rovers, yang diberi nama Empty Rovers, atau Kosongkan Rovers. Di dunia media sosial, nama gerakan itu menjadi #EmptyRovers.
This has happened to Blackburn Rovers,it could be your club next don't let the F.A. Win #VenkysOut #EmptyEwood #oystonout #fansunited pic.twitter.com/XB2KEVGTnn
— Steve Mack (@Stevema21185499) January 27, 2017
Blackburn Rovers Action Group (BRAG) membuat rencana itu. Mereka memboikot partai Rovers versus Blackpool dengan tidak hadir di Stadion Ewood Park. Selain di dalam stadion, protes juga dilakukan di luar stadion selama pertandingan berlangsung.
Sebenarnya protes apa yang dilakukan oleh suporter Rovers hingga mereka memboikot pertandingan itu? Itu adalah bentuk protes yang ditujukan kepada pemilik Rovers saat ini, Venky’s London Ltd., salah satu anak perusahaan V.H. Group, sebuah perusahaan asal India yang bergerak di bidang budidaya unggas, makanan kaleng, vaksin hewan, dan obat-obatan. Korporasi itu dipimpin oleh B.V. Rao.
Sejak November 2010, Venky’s memiliki 99,9 persen saham Rovers, yang senilai dengan 43 juta pound. Namun, kepemilikian Venky’s tidak mendatangkan keuntungan apa pun, termasuk prestasi di atas lapangan.
Suporter mulai tak puas dengan Venky’s, terutama setelah Rovers degradasi dari Premier League ke Divisi Championship pada akhir musim 2011-2012. Degradasi itu mengakhiri 11 tahun klub itu berada di liga level teratas Inggris.
Tennis balls being launched into ground. Small break in play! #EmptyEwood #VenkysOut #FACup #brfc #rovers #bfc pic.twitter.com/xSJK3P1xki
— Arion Quaynor (@ArionQuaynor) January 28, 2017
Ketidakpuasan semakin terasa pada musim ini. Rovers berada di zona degradasi, yaitu diperingkat ke-23 dari 24 klub Divisi Championship. Musim lalu, Rovers berada di peringkat ke-15 klasemen akhir.
Anuradha Desai, presiden Venky’s, hanya hadir pada dua pertandingan Rovers dalam enam tahun. Selain itu, klub itu juga tak mengeluarkan uang sepeser pun untuk membeli pemain pada musim ini dan musim lalu. Pemain-pemain baru yang didatangkan adalah mereka yang berstatus free transfer dan pemain pinjaman.
Terakhir kali Rovers mengeluarkan uang untuk membeli pemain adalah musim 2014/15. Ketika itu, mereka mendatangkan bek Shane Duffy (Everton, 1,62 juta pound) dan kiper Jason Steele (Middlesbrough, 956 ribu pound).
Pada awal musim ini, Duffy sudah pindah ke klub Divisi Championship lainnya, Brighton and Hove Albion. Sementara Steele masih menetap, menjadi kiper nomor satu Rovers.
Wajar saja kalau Rovers tidak bisa belanja pemain, karena menurut The Telegraph, sejak dibeli oleh Venky’s, utang Rovers menjadi lima kali lipat lebih banyak, yaitu menjadi 104,2 juta pound.
A protest with a punch?
Yesterday Blackburn & Blackpool fans united to #EmptyEwood. Does fan boycotting work?
Tweet us @SundaySupp pic.twitter.com/OapMaYCgXo
— Sunday Supplement (@SundaySupp) January 29, 2017
Pada demo #EmptyEwood tersebut, hanya 9.000 penonton yang hadir di Ewood Park. Seribu orang di antaranya adalah suporter Blackpool. Seandainya bisa mengosongkan semua tribun dengan sempurna, maka protes akan lebih terasa, namun BRAG paham sulit untuk melakukannya. Organisasi itu menghargai mereka yang tetap datang ke stadion.
Bahkan, tanpa protes itu saja, suporter yang datang ke Ewood Park dari pekan ke pekan pun sudah berkurang. Dengan kapasitas lebih dari 31 ribu tempat duduk, musim ini stadion itu rata-rata hanya berisi 10 ribu orang.
Sebenarnya, ini bukan protes pertama yang dilakukan. Mereka telah membuat demo yang diberi nama “Protes 1875”. Angka itu adalah tahun kelahiran Rovers.
Dilakukan saat menjamu Wolverhampton Wanderers, pada 29 Oktober tahun lalu, pada menit ke-18 pertandingan berjalan, para suporter memasuki lapangan. Lalu, mereka melakukannya sekali lagi pada menit ke-75, tidak peduli berapa skor pada saat itu.
And as you can see here, via @markhitch, it's proved an effective stance so far (#emptyewood) pic.twitter.com/V3ZfoceGdh
— FourFourTwo (@FourFourTwo) January 28, 2017
Manajer Rovers, Owen Coyle, tidak bisa melarang para suporter untuk melakukan demo. “Saya selalu mengatakan kami hanya bisa mengendalikan apa yang terjadi di lapangan. Suporter punya hak untuk melakukannya, namun saya akan memastikan para pemain bisa mengendalikan apa yang terjadi di dalam lapangan,” kata Coyle, kepada The Lancashire Telegraph.
Aksi BRAG itu ditemani oleh kelompok suporter Blackpool, The Tangerine Knight dan The Blackpool Supporters Trust. Blackpool juga dalam kondisi nyaris sama dengan Rovers, atau malah lebih buruk.
“Sekarang, aksi suporter Rovers sudah terdokumentasi secara global berkat #EmptyEwood. Kami menantang Keluarga Rao dan FA untuk meresponnya,” kata Mark Fish, presiden BRAG. Salah satu tuntutan dari kelompok suporter itu adalah jual saja Rovers kepada pihak lain, jika memang Venky's tak lagi sanggup menanganinya.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | The Telegraph, The Lancashire Telegraph |
Komentar