Luar biasa. Indonesia mengukir rekor tersendiri berkaitan dengan urusan bongkar-pasang pelatih tim nasional di kawasan Asia Tenggara. Berikut ini adalah beberapa catatan unik dari total 14 kali melakukan pergantian pelatih dalam kurun waktu sedekade terakhir.
Penulis: Ferry Tri Adi/Indra Citra Sena
Pelatih Asing Tersukses
Gelar yang berhasil diraih pelatih asing timnas Indonesia tak banyak. Jika bicara kesuksesan, nama Anatoli Fyodorovich Polosin dan Antun “Tony” Pogacnik terdepan.
Polosin mempersembahkan medali emas buat Indonesia di SEA Games 1991.
Sementara itu, siapa yang bisa menyaingi pencapaian Pogacnik mendapat perunggu Asian Games 1958 dan perempat final Olimpiade 1956.
Pogacnik menjadi pelatih paling disorot karena menjadi pelatih asing terlama yang menukangi skuat Garuda.
Kedua pelatih tersebut juga meletakkan fondasi berharga buat timnas. Pogacnik punya karakter disiplin, sportif, dan tegas. Ia juga kerap melakukan peremajaan skuat. Gaya bertahan Indonesia juga menuai pujian dari Presiden FIFA kala itu, Sir Stanley Rous.
“Baru sekali saya melihat permainan bertahan yang sempurna sekali,” ujar Presiden FIFA, Sir Stanley Rous, seperti dikutip Tabloid BOLA edisi 27 Juli 1984.
Lain cerita dengan Polosin. Pelatih asal Rusia itu fokus terhadap fisik pemain. Tak sedikit pemain mundur karena tidak kuat dengan latihan fisik Polosin.
Namun, dengan metodenya itu, Indonesia menjadi tim dengan fisik tangguh yang mampu berlari sepanjang empat kilometer dalam waktu 15 menit. VO2 Max pemain Indonesia seperti pemain Eropa.
Pelatih Asing Tersuram
Tak sedikit pelatih asing punya kenangan buruk menangani Merah-Putih. Didepak mendadak menjadi pengalaman buruk buat mereka. Sebut saja nama Luis Manuel Blanco yang bekerja kurang lebih sebulan saja.
Marek Janota nyaris punya pengalaman serupa. Pelatih asal Polandia itu juga belum sempat turun ke turnamen resmi sejak melatih Indonesia pada 1979. Ia cuma bermain di level turnamen Piala Kirin di Jepang.
Berbeda dengan Blanco, Janota lebih memilih mundur daripada PSSI ikut mengintervensi keputusannya di lapangan.
Sementara itu, Pieter Huistra punya alasan di luar kekuasaannya yang menyebabkan belum mendampingi timnas di ajang resmi.
Ditunjuk pada 3 Desember 2014 sebagai direktur teknik, Huistra kemudian merangkap sebagai pelatih kepala setahun berselang. Apesnya, PSSI dijatuhi sanksi FIFA sehingga persepakbolaan Tanah Air berhenti.
Pelatih asal Belanda itu pun harus angkat koper.
Pelatih Lokal Tersukses
Lagu Indonesia Raya berkumandang mengiringi penyerahan medali emas SEA Games 1987.
Prestasi ini diperoleh berkat keberhasilan timnas menggulung salah satu musuh bebuyutan di kawasan Asia Tenggara, Malaysia, melalui gol tunggal Ribut Waidi.
Figur kunci di balik kejayaan perdana Indonesia tidak lain adalah Bertje Matulapelwa.
Pelatih berjulukan Sang Pendeta itu berandil besar membangkitkan kembali mentalitas tim yang sempat anjlok usai dibantai Thailand tujuh gol tanpa balas di SEA Games 1985.
Bertje mengumpulkan dan menggabungkan pemain-pemain hebat asal Galatama (Ricky Yacobi dan Nasrul Koto), perserikatan (Robby Darwis dan Ribut Waidi), serta para alumni PSSI Garuda I seperti Patar Tambunan dan Marzuki Nyak Mad.
Bertje juga berjasa mengantar timnas menembus semifinal Asian Games 1986 sebelum kandas di tangan Korea Selatan.
“Bertje merupakan pelatih jempolan. Prinsip keterbukaan yang ia terapkan selama melatih timnas telah menciptakan iklim kondusif di ruang ganti,” kata Sutan Harhara selaku asisten Bertje kala itu.
Dari segi prestasi, Bertje bisa dibilang sebagai pelatih lokal timnas tersukses. Baik pendahulu maupun penerusnya hingga kini belum ada yang bisa mempersembahkan titel internasional setaraf SEA Games, Asian Games, Piala AFF, atau Piala Asia.
Pelatih Lokal Tersuram
Nandar Iskandar termasuk yang mengalami pil pahit. Awalnya, Nandar memegang jabatan pelatih timnas di Piala Tiger 2000 (sekarang Piala AFF).
Dia memimpin Aji Santoso dkk dalam dua laga pembuka fase grup melawan Filipina dan Thailand yang berujung hasil bertolak belakang.
Indonesia menang telak 3-0 atas Filipina, tapi kemudian menyerah 1-4 dari Thailand. Hal ini memicu PSSI mengambil tindakan tiba-tiba berupa memberhentikan Nandar dan mempromosikan asistennya, Dananjaya, menjadi pelatih kepala.
Kekalahan itu ternyata bukan satusatunya alasan PSSI memecat Nandar. Pengakuan beberapa pemain membuktikan bahwa situasi ruang ganti timnas jauh dari kesan harmonis selama sang pelatih memegang kendali.
“Saya memang tak melihat adanya pola dan organisasi yang jelas di timnas,” kata gelandang Indonesia era 2000-an, Uston Nawawi, saat itu.
“Tiga kali saya diminta melakukan pemanasan untuk menggantikan Suwandi dalam pertandingan kontra Thailand, tapi kenyataannya tak juga diturunkan hingga bubaran,” ujar rekan setim Uston, Nur Alim.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.734 |
Komentar