Pelatih Bali United, Indra Sjafri, sendiri pernah menyebut Yabes masih harus belajar banyak soal bermain sepak bola yang benar demi melengkapi bakat alam tersebut.
"Harus ada kerelaan dan kesadaran dari pelatih, klub, asosiasi kota maupun kabupaten untuk menemukan bibit-bibit bertalenta yang akan dikirim saat ada turnamen," tutur Lambertus.
"Tentunya kami berharap pemain itu terus dibina setelah turnamen selesai. Jangan sampai begitu turnamen berakhir, pemain tidak lagi dalam pemantauan dan akhirnya kembali ke nol," ucapnya.
Lisensi
Persoalannya, sepak bola di NTT menghadapi problem yang tidak kalah besar. Hambatan utama tak lain soal dana dan infrastruktur, seperti lapangan yang memenuhi syarat sampai sumber daya manusia (SDM).
Rata-rata pelatih sepak bola di NTT hanya mengantungi lisensi C Nasional. Begitu pula dengan wasit yang hanya sedikit berlisensi C1 dan kebanyakan memiliki sertifikat C2.
“Jadi jangan bicara kualitas pelatih karena lisensi mereka masih C Nasional. Untuk meningkatkan kualitas pelatih, jelas dibutuhkan dana yang tidak sedikit,” ujar Lambertus lagi.
"Pelatih harus mengeluarkan dana sendiri bila ingin mengikuti kursus kepelatihan. Mereka terbentur finansial untuk mengikutinya. Padahal, banyak pelatih yang ingin mengambil lisensi lebih tinggi," katanya.
Problem dana juga menyulitkan Asprov, Askab maupun Askot dalam menyelenggarakan kompetisi internal. Pilihannya asosiasi lebih banyak menggelar turnamen tahunan. Hanya tidak semua klub atau asosiasi bisa rutin mengikuti turnamen tingkat provinsi.
[video]http://video.kompas.com/e/5277752468001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar