Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kilas Balik Tenis Dunia 2016, Kegemparan Angie dan Momentum Andy

By Sabtu, 31 Desember 2016 | 18:47 WIB
Petenis Inggris, Andy Murray, melakukan selebrasi dengan mencium trofi usai meraih gelar juara tunggal putra China Terbuka setelah di partai final mengalahkan petenis Bulgaria, Grigor Dimitrov, di Beijing, pada 9 Oktober 2016.
NICOLAS ASFOURI/AFP
Petenis Inggris, Andy Murray, melakukan selebrasi dengan mencium trofi usai meraih gelar juara tunggal putra China Terbuka setelah di partai final mengalahkan petenis Bulgaria, Grigor Dimitrov, di Beijing, pada 9 Oktober 2016.

Musim tenis dunia 2016 menjadi periode paling menarik setelah sekian lama terkungkung dominasi yang bertahan lama. Di nomor putri dan putra, 2016 tercatat sebagai tahun pergolakan dan transisi.

Penulis: Dede Isharrudin

Hal itu ditandai dengan lengsernya Serena Williams dan Novak Djokovic dari puncak penguasa tenis dunia. Kesuksesan Angelique Kerber, yang menguasai mahkota nomor satu dunia, menjadi narasi terbesar tahun 2016.

Bagaimana tidak? Mengawali musim 2016 dari peringkat 10 dunia, Angie melangkah pasti hingga babak final sebelum akhirnya mengangkat trofi grand slam untuk pertama kali di Australia Terbuka.

Ia sukses setelah mengalahkan juara bertahan Serena dengan 6-4, 3-6, 6-4. Itulah trofi terbesar pertama di usia yang tak lagi muda, 28 tahun.

Kiprah Angie berlanjut. Meski lolos ke final Wimbledon dan gagal juara karena dikalahkan Serena, ia tetap tegar dan meraih medali perak di Olimpiade Rio de Janeiro.

Langkah pamungkasnya terjadi di akhir tahun, saat ia menjuarai grand slam AS Terbuka. Dengan hasil itu, ia tercatat sebagai petenis pertama setelah Martina Hingis pada tahun 1997 yang meraih dua gelar grand slam yang berlangsung di lapangan keras.

"Ini tahun fantastis. Orang sering mengatakan kapan saya bisa mencapai apa yang dilakukan Steffi Graf," ujar Angie setelah memenangi AS Terbuka.

"Kali ini, meski terlambat, saya mampu mengikuti langkahnya. Tiga final grand slam dan dua gelar juara dalam setahun sungguh luar biasa," ucapnya.

Baca Juga:

Meski Serena tergeser, tak ada yang menyepelekan wanita berusia 34 tahun ini. Terutama saat ia berhasil mengangkat trofi Wimbledon, sekaligus gelar ke-22 grand slam dan menyamai prestasi Graf.

Boleh jadi tahun 2016 mengecewakan bagi Serena karena ia hanya meraih dua gelar: Wimbledon dan Roma. Namun, bertahan selama 186 minggu atau hampir empat tahun di atas usia 30 tahun di peringkat pertama WTA sungguh sebuah prestasi yang sulit ditiru.

Sederet petenis putri muda juga mengambil peran di tahun 2016. Garbine Muguruza misalnya, Gadis Spanyol ini mencuri perhatian saat menjuarai Prancis Terbuka dengan mengalahkan Serena, 7-5, 6-4.

Namun, masalah konsistensi membuat dirinya gagal move on di tahun ini. Mengawali tahun di peringkat tiga dunia, Muguruza harus menutup musim di posisi ketujuh WTA.

Kejutan lain tahun ini juga ditandai dengan penampilan mengejutkan dari Dominika Cibulkova, Karolina Pliskova, Madison Keys, dan Johanna Konta, yang tercatat untuk pertama kalinya masuk peringkat Top 10.

Cibulkova patut diacungi jempol. Petenis yang naik turun dalam setahun terakhir itu mampu meraih tiga gelar dan menutup tahun dengan memenangi WTA Finals di Singapura dengan mengalahkan Kerber.

Milik Andy Murray

Bagian putra memiliki jagoannya sendiri. Setelah sekian lama cerita The Big Four selalu didominasi tiga terkuat: Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic, maka tahun 2016 tercatat sebagai milik pemain keempat, Andy Murray.

Dalam periode yang juga diramaikan simpang-siur berita di media sosial, 2016 tergambar sebagai tahun yang dramatis, emosional, dan kemenangan para underdog.

Meski demikian, tak ada yang mengingkari inilah tahun Andy. Terlepas dari mengumpulkan 12.410 poin dan mengoleksi lebih dari 8.000 poin dalam waktu kurang dari delapan minggu untuk menjadi petenis nomor satu dunia, pria asal Skotlandia ini memang fenomenal.

Hal itu dibuktikan dengan meraih sembilan gelar juara serta lolos ke 13 final turnamen. Andy juga tercatat menjadi petenis pria pertama yang memenangi dua medali emas tunggal putra Olimpiade secara beruntun di London 2012 dan Rio 2016.

Tak hanya memenangi gelar kedua Wimbledon, sekaligus grand slam ketiga, tapi bisa pula menutup paruh terakhir musim dengan merebut lima gelar juara dan 24 kemenangan tanpa henti.

Apa yang dicapai Andy bertolak belakang dari hasil yang dicapai Djokovic. Meski meraih tujuh gelar di tahun ini, namun sejak pertengahan tahun, konsistensi menjauh darinya.

Usai meraih gelar Prancis Terbuka dengan mengalahkan Murray, petenis Serbia itu gagal di babak ketiga Wimbledon usai dikalahkan Sam Querrey.

Tak hanya itu, ia gagal di babak pertama Olimpiade Rio di tangan Juan Martin del Potro, lalu menyerah dari Stan Wawrinka di final AS Terbuka dan terakhir ditundukkan Murray di ATP final.

"Meski puas atas penampilan di musim ini, saya mengakui tahun ini milik Andy. Ia mampu bermain lebih konsisten, mengalami peningkatan, dan punya tim lebih solid. Saya kagum atas usaha kerasnya hingga mencapai hal ini," ucap Djokovic.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Jalu Wisnu Wirajati
Sumber : Tabloid BOLA


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X