Menyambut 2017, kompetisi bertajuk Liga Super Indonesia (LSI) siap bergulir lagi setelah vakum selama dua tahun. LSI ke-7 nanti diprediksi tidak berjalan seadanya, tetapi dengan dukungan dana yang kuat.
Penulis: Kukuh Wahyudi
Keberhasilan PT Gelora Trisula Semesta (GTS) dalam menggelar Torabika Soccer Championship (TSC) berujung positif.
Para partner mengaku puas dengan penyelenggaraan ajang yang notabene hanya sebuah turnamen itu.
Walhasil, partner-partner tersebut disebut ketagihan untuk kembali berkecimpung di ranah sepak bola dalam negeri. Khususnya sponsor resmi yang terdiri dari Torabika, Indosat IM3, BTPN Wow, dan Kuku Bima.
Mereka tak ragu lantaran menganggap sepak bola sangat ideal untuk membangun brand value perusahaan.
Baca Juga:
- 5 Rekrutan Paling Mengecewakan Premier League Musim Ini
- Jan Molby: Manchester City adalah Sasaran Empuk bagi Liverpool
- Ini Alasan FC Barcelona Enggan Beli Pelapis Sergio Busquets
Daya jangkau sepak bola, yang mampu menembus semua lapisan masyarakat, menjadi faktornya.
Meski begitu, Torabika, Indosat, BTPN, dan Kuku Bima masih menanti perkembangan yang terjadi pasca-Kongres Tahunan PSSI di Bandung, 8 Januari 2017.
"Terkait liga selanjutnya, kami masih menunggu kejelasan untuk dikaji bersama-sama. Yang jelas, sepak bola menjadi bidang yang harus didukung," ujar Division Head Event and Sponsorship IM3 Ooredoo, Benny Hutagalung.
"Kami pun sudah fokus di sepak bola sejak empat tahun lalu, bekerja sama dengan Arema dan Persib. Untuk tahun depan, tentu kami ingin lebih luas," tuturnya.
Ungkapan bahwa sepak bola menjadi media yang tepat untuk membangun merek perusahaan juga dikatakan oleh Kuku Bima.
"Kami sudah berkomitmen. Sepak bola akan kami kejar ke mana pun. Sebab, produk kami cocok di sepak bola," tutur Linawati Suteja, Group Product Manager Kuku Bima.
Komitmen untuk sepak bola nasional itu bukan hanya untuk tataran kompetisi. Walhasil, bukan hanya operator yang bisa bernafas lega, klub juga demikian.
"Soal sponsorship ke liga bisa ya bisa tidak. Kami pun sudah coba bentuk sponsorship dalam bentuk yang lain, yaitu langsung ke klub," kata Adrian Wiryawan selaku Product Manager Torabika Duo.
"Mulai Desember ini, sudah ada logo Torabika di kostum Arema. Kami memang mulai fokus ke klub, selain kompetisi," ujarnya.
Begitu juga yang dikatakan oleh pihak BTPN. "Ada tiga level yang menjadi fokus kami: komunitas, klub, dan kompetisi," ujar Luhur Budijarso, Chief Marketing BTPN Wow.
"Untuk kompetisi tahun depan, kami masih pasif. Tetapi, untuk komunitas dan klub, akan kami kejar," ucapnya.
Bila mereka benar-benar mengaplikasikan hasratnya, tentu LSI tahun depan tak seperti LSI 2012-2013, 2013, dan 2014.
Dalam tiga edisi itu, kompetisi Indonesia berjalan tanpa dukungan maksimal dari partner.
Indikatornya adalah tidak ada nama sponsor utama yang dipakai untuk titel LSI, seperti di LSI 2008-2011 dengan label Djarum LSI.
Tak hanya itu, nilai komersial yang akan didapatkan kompetisi pun bisa bertambah melebihi Rp 450 miliar, yang dikabarkan menjadi harga TSC.
Nilai Rp 450 itu saja sudah 2,5 kali lipat dari nilai komersial yang diperoleh LSI 2014.
Semakin besar angkanya, tentu akan berbuntut pada kesejahteraan pemain. Ketika nilai komersial yang didapatkan operator besar, dana yang didapatkan klub akan besar juga.
Bila hal itu terjadi, keuangan klub akan stabil dan penyakit penunggakan gaji pemain, yang belakangan masih sering terdengar, bisa dihapuskan.
"Kalau diminta harapannya untuk musim depan, tentu kami ingin memiliki grafik yang terus meningkat," ucap Joko Driyono, Dirut PT GTS yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI.
"Tetapi, sebenarnya Indonesia masih di klasemen bawah dibandingkan dengan negara Asia Tenggara yang sudah unggul. Thailand mendapatkan dana untuk kompetisinya 3-4 kali lipat lebih banyak daripada kita." tuturnya.
Joko mengakatan jika ingin nilai kompetisi terus meningkat, operator dan klub harus terus berinovasi agar lebih baik lagi.
[video]http://video.kompas.com/e/5265501561001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar