Fakta performa mantap yang membawa Chelsea ke puncak klasemen Premier League ternyata juga menyenangkan bagi warga Italia. Manajer Chelsea, Antonio Conte, disebut mampu menjaga tradisi Italia yang mentereng bersama klub kota London tersebut.
Penulis: Dedi Rinaldi
Chelsea dan Italia memang terkenal memiliki ikatan spesial sejak lama. Aroma Italia tercium nyaring dengan ramainya sosok-sosok yang pernah mewarnai, mulai dari Gianfranco Zola, Gianluca Vialli, Roberto Di Matteo, Christian Panucci, sampai kiper Carlo Cudicini.
Begitu pula dari jajaran pelatih, ada si plontos Vialli, The Tinkerman Claudio Ranieri, Carlo Ancelotti, lalu Di Matteo, dan sekarang Conte. Dari semua pelatih Italiano sebelum Conte, hanya Ranieri yang meninggalkan Chelsea tanpa gelar.
Zola, yang telah menjadi legenda klub, menyatakan senang dengan fakta bahwa Chelsea yang dilatih Conte mampu menunjukkan performa yang bagus.
“Saya senang melihat ikatan antara Chelsea dan Italia tetap berjalan baik dan menunjukkan hasil yang baik pula. Conte telah mendapatkan apresiasi dari semua orang, termasuk di dalamnya opini publik, fans, dan pelatih lain. Dia layak mendapatkannya, karena Conte merupakan pekerja keras,” kata Zola.
Conte sendiri mengatakan melakukan pendekatan kepelatihan gaya Italia di Chelsea, baik tentang taktik, sesi latihan, kebugaran, juga diet ketat untuk para pemain.
“Saya juga memiliki Cudicini yang membantu saya karena dia mengetahui klub dengan baik. Cudicini membantu saya dalam menciptakan hubungan yang baik dengan para pemain,” ucapnya.
Karena itu, dengan aroma Italiano yang cukup kental di Chelsea sekarang, Zola berharap Conte mampu membawa The Blues meraih gelar juara. Lantas, apakah Conte mampu merealisasikan dukungan tersebut?
Menarik untuk dinanti, arena Chelsea di bawah kepemilikan Roman Abramovich terkenal kejam buat manajer. Taipan dari Rusia ini tidak segan memecat manajer yang berhasil mempersembahkan gelar, apalagi kosong gelar.
Manis dan Pahit
Kisah manajer asal Italia sendiri terbilang bagus di Chelsea. Dimulai Vialli, yang tidak hanya tercatat sebagai manajer Italia pertama bagi Chelsea, melainkan pula sebagai pelatih pertama asal Italia yang menukangi tim di Liga Inggris.
Vialli menggantikan posisi Ruud Gullit pada Februari 1998 dengan kisah paling manis, yaitu membawa Chelsea memenangi Piala Winner 1999. Vialli tercatat sebagai manajer termuda yang pernah meraih gelar juara di level Eropa.
Ranieri lalu masuk pada 2000 dengan membawa kendala bahasa. Saat berada di Chelsea, Ranieri mendapat julukan The Tinkerman karena terkesan ia gemar melakukan perbaikan yang sebenarnya tidak perlu. Namun, meski menghasilkan pemain bagus seperti John Terry dan Frank Lampard, Ranieri mengakhiri kariernya sebagai manajer di Chelsea pada 2004 tanpa gelar.
Lima tahun setelah pemecatan Ranieri, Chelsea mendatangkan pelatih asal Italia lagi, yaitu Ancelotti, yang terkenal dengan kesuksesannya bersama AC Milan, terutama di kancah Liga Champions.
Ancelotti mengawali kiprahnya di Chelsea dengan membawa The Blues memenangi Community Shield. Akan tetapi, Ancelotti justru gagal membawa Chelsea sukses di Liga Champions usai ditekuk Inter Milan pada babak 16 besar.
Meski Ancelotti mampu mempersembahkan trofi juara Premier League dan Piala FA, ia akhirnya dipecat pada musim ketiganya bersama Chelsea setelah rentetan hasil buruk yang didapatkan, baik di ajang domestik maupun kompetisi Eropa.
Kemudian Di Matteo datang pada 2012 sebagai pelatih caretaker menggantikan posisi manajer asal Portugal, Andre Villas Boas, yang dipecat. Di Matteo langsung menghadirkan cerita mahaindah dengan mewujudkan mimpi Abramovich melihat Chelsea menjuarai Liga Champions.
Berkat cerita manis itulah Di Matteo pada musim berikutnya diangkat sebagai manajer Chelsea. Sayang, dengan status tersebut, Di Matteo justru seperti kehilangan taji dan akhirnya dipecat setelah gagal membawa Chelsea lolos fase grup Liga Champions. Posisinya kemudian digantikan oleh Rafael Benitez.
Editor | : | Aloysius Gonsaga |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar