Tak Pernah Diperhitungkan
Pelatih Persihaltim Rachmat Rivai mengungkapkan sepak bola Halmahera Timur memang tak pernah diperhitungkan. Saat diminta untuk menangani Persihaltim U-17, dia makin sadar mengapa tim dari daerah itu hanya dipandang sebelah mata.
“Saat para pemain dari desa-desa di Halmahera Timur dikumpulkan, hanya sedikit yang terpilih. Dari 22 pemain yang dipanggil, saya hanya memilih satu pemain. Sisanya terpaksa dipulangkan. Dan jangan membayangkan jarak satu desa dengan yang lain itu seperti di Jawa. Di sana, jarak desa bisa seperti dari Semarang ke Ungaran baru ketemu desa berikutnya,” ungkap Rachmat Rivai.
Mantan striker timnas yang akrab disapa Poci ini baru mendapatkan pemain untuk skuat Persihaltim pada seleksi berikutnya.
“Saat mereka diminta untuk bermain, saya hanya bisa berkata ‘Pantas saja tim Haltim selalu kalah mencolok di setiap pertandingan di Malut. Bila tidak kalah 0-6 ya 1-7.’ Bagaimana tidak, ke mana bola lari, semua mengejarnya kecuali kiper. Jadi, bila lawan membawa bola, 10 pemain akan mengejarnya. Jangan tertawa. Ini nyata,” katanya.
“Bila tidak sabar, saya sudah tinggalkan tim ini. Apalagi, saya diberi waktu satu bulan efektif untuk membentuk tim saat tampil di Popda. Sudah mainnya seperti itu, mereka pun tidak bisa passing maupun kontrol bola. Mengumpan dari jarak dekat saja selalu melenceng. Mengontrol bola selalu lepas,” lanjut Rivai yang pernah bermain di klub-klub elite LSI seperti Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura ini.
Rivai secara pelahan memoles Junait Hi Adam dkk. Menariknya, anak-anak itu cepat menyerap pelajaran dari pelatih. Mereka juga ditopang dengan fisik yang luar biasa.
“Kalau bicara fisik, tak usah bertanya lagi. Mereka adalah anak-anak desa yang sehari-hari memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi. Mereka mengambil buah kelapa untuk dijual karena dijadikan kopra. Yang lain biasa membantu orangtua berkebun yang letaknya di bukit-bukit. Jadi, mereka naik turun bukit setiap hari. Tak heran bila mereka mampu berlari terus sepanjang pertandingan. Banyak banyak anak di tim ini yang jago sprint, terutama Mursalim Latawan dan Sahrudin Irwan. Dua pemain sayap ini sangat cepat,” paparnya.
Baca Juga:
- Klub Lawan Berikan Gelar Copa Sudamericana kepada Chapecoense
- Neymar: Surga Bersukacita Menerima Chapecoense sebagai Juara
- 10 Stadion di Eropa dengan Jumlah Penonton Tertinggi
Kerja keras Rivai dan anak-anak Persihaltim bak dongeng indah. Hanya dipersiapkan satu bulan, tim ini akhirnya bisa bermain sepak bola modern. Mereka pun tak sulit bermain dngan skema 4-3-3.
“Semula saya pakai 4-4-2. Tapi yang bermain di sayap kesulitan bila naik karena sudah ada rekannya di depan. Mereka malah lebih bisa berkembang dengan skema 4-3-3. Dari tak bisa passing, kini mereka tahu bagaimana bermain dengan skema 4-3-3 atau 4-4-2,” ujar Rivai.
Yang bikin heboh, tim bisa juara di Popda. Dari situ, mereka dipersiapkan di Piala Soeratin 2016. Tak ada yang mengira bila tim lolos dari penyisihan dan mewakili Malut ke tingkat nasional.
“Ini pencapaian yang luar biasa. Hanya dengan persiapan yang singkat, mereka bisa bermain di tingkat nasional. Mereka bisa ke Jawa. Kalau ke Maluku saja mungkin masih biasa saja. Tapi mereka tampil di Jawa. Ini membuat heboh masyarakat Halmahera Timur,” kata Rivai yang mendadak ngetop di kalangan masyarakat Haltim di Ternate.
Di babak 32 Besar Piala Soeratin, Persihaltim pun tidak sekadar numpang lewat. Dengan permainan agresif yang ditampilkan, mereka sukses melaju ke 16 Besar. Apakah sampai ke puncak atau terhenti di 16 Besar, Persihaltim sudah menorehkan prestasi yang mengesankan. Sepak bola nasional memang kaya dengan pemain bertalenta. Pembinaannya yang sayangnya tak maksimal.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | - |
Komentar