Bertanding melawan tim-tim Papua memberi pengalaman menarik. Saat laga tandang ke Serui menghadapi Perseru, kami melakukan perjalanan yang menurut saya sangat jauh. Di Korsel, saat tandang paling jauh perjalanannya hanya tiga jam. Tapi saat ke Papua, saya melakukan perjalanan sampai delapan jam.
Saat tiba di Jayapura, kami masih naik pesawat lagi dan kemudian naik bus. Saya sungguh kelelahan dengan perjalanan itu. Ini pengalaman tak terlupakan.
Bagaimana Anda melihat fenomena budaya K-Pop yang melanda remaja dan anak muda Indonesia? Anda juga penyuka boy band Korea?
Tentu saja. Saya penggemar Big Bang. Saat pertandingan, saya selalu mendengarkan lagu mereka dalam perjalanan menuju stadion. Lagu-lagu mereka untuk penyemangat saya.
Boy band itu ternyata juga populer di Indonesia. Ternyata banyak penggemarnya di sini. Setelah beberapa saat tinggal di Indonesia, saya baru tahu kalau K-Pop populer di sini. Saya bangga budaya pop Korea ada di Indonesia.
Bagaimana adaptasi Anda dengan lingkungan baru di Indonesia?
Saya sempat kaget dengan masakan di Indonesia yang serba pedas karena banyak cabai. Berbeda dengan masakan di Korea yang cenderung manis. Ada beberapa makanan memang yang menggunakan cabai, tapi itu tidak banyak. Baru dua hari di Indonesia, saya sudah diare sampai tiga kali.
Tapi sekarang sudah makin terbiasa. Perut sudah mulai membiasakan diri. Jangan heran, sekarang saya suka soto dan terutama sate kambing. Bagi saya, sate itu makanan yang sangat lezat.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | - |
Komentar