Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Chelsea 3-4-3, Dipicu Pesta Gol Arsenal

By Kamis, 17 November 2016 | 11:02 WIB
Gelandang Chelsea, Cesc Fabregas, menampakkan raut wajah kecewa setelah gawang timnya dibobol Arsenal dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Emirates, London, pada 24 September 2016.
SHAUN BOTTERILL/GETTY IMAGES
Gelandang Chelsea, Cesc Fabregas, menampakkan raut wajah kecewa setelah gawang timnya dibobol Arsenal dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Emirates, London, pada 24 September 2016.

Tanggal 24 September 2016 di Emirates, London. Chelsea kalah 0-3 dari Arsenal. Pelatih The Blues, Antonio Conte, meradang.

Penulis: Dwi Widijatmiko

Conte tidak menyebut nama, tapi orang tahu dia menyasar Branislav Ivanovic dan Cesc Fabregas sebagai biang keladi kekalahan.

"Kami kalah sebagai tim. Hari ini kami sadar bahwa tim ini harus banyak memperbaiki diri jika ingin berada di dekat puncak klasemen, bukan di papan tengah," kata Conte kepada Telegraph ketika itu.

Pesta gol Arsenal itu memicu transformasi Chelsea. Setelah pertandingan itu, Conte mengganti formasi timnya menjadi 3-4-3 dan Chelsea berubah drastis.

Mereka selalu menang dalam lima pertandingan, mencetak 16 gol, dan gawangnya belum pernah kebobolan. Sungguh berbeda dari enam laga sebelumnya.

Saat itu Chelsea masih memakai pola 4-1-4-1 atau 4-2-3-1. Conte sebetulnya sudah melihat ada potensi masalah kendati Chelsea menang terus dalam tiga pertandingan pertama.

"Saya khawatir karena kami kebobolan terlalu banyak gol dan membiarkan lawan terlalu banyak membuat peluang," ujar Conte.

Ya, gawang Chelsea dijebol West Ham dan Watford dalam dua partai pertama. Kekhawatiran Conte makin besar setelah timnya kebobolan lagi, masing-masing dua gol saat menghadapi Swansea serta Liverpool.

Akan tetapi, saat itu dia mungkin masih berpikir yang penting Chelsea masih mampu mencetak gol.

Kekalahan dari Arsenal akhirnya menyadarkan Conte bahwa Chelsea harus berubah. Bukan cuma kebobolan tiga gol, timnya tidak bisa mencetak gol.

"Saya pikir ketika ingin menang, Anda harus punya keseimbangan. Ketika Anda menyerang maupun bertahan. Sangat penting untuk menemukan solusi dalam situasi bertahan, sekaligus situasi menyerang," tutur Conte lagi.

Tujuh Pemain Defensif

Conte lantas memperlihatkan kejeniusannya, persis seperti ketika ia mengubah Italia menjadi mesin tempur brilian di Euro 2016.

Formasi 3-4-3 memberikan keseimbangan itu. Pola tersebut menjadi solusi Chelsea dalam bertahan maupun menyerang.

Karena kekhawatiran utama Conte adalah soal jumlah gol yang terlalu banyak diderita Chelsea, sistem 3-4-3 awalnya direncanakan untuk lebih rapat membentengi gawang Thibaut Courtois.

Ada tiga bek tengah plus dua bek sayap sehingga Chelsea seperti bermain dengan lima bek.

Kekesalan Conte pada Ivanovic dan Fabregas terkonfirmasi karena dua pemain ini kehilangan tempat.

Teorinya, Ivanovic seharusnya lebih pas menjadi bek tengah ketimbang Cesar Azpilicueta. Fabregas juga semestinya bisa tetap menjadi gelandang tengah bersama N'Golo Kante atau Nemanja Matic sehingga Chelsea punya kombinasi ofensif-defensif di jantung permainan.

Tapi, Conte ternyata malah memilih duet Kante-Matic. Dia benar-benar mengkhawatirkan pertahanan sehingga menempatkan dua gelandang tengah defensif.


Gelandang Swansea City, Gylfi Sigurdsson, bertarung memperebutkan bola dengan dua pemain Chelsea, N'Golo Kante dan Nemanja Matic, saat kedua tim bentrok di laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Liberty, Swansea, pada 11 September 2016.(ALEX LIVESEY/GETTY IMAGES)

Menjadi sangat bisa dimengerti tim seperti Manchester United pun jadi mengalami kesulitan mencetak gol karena gawang Chelsea dibentengi begitu rupa. Ada tujuh pemain defensif di depan Courtois!

Tali Kekang Dilepas

Tapi, bukan lantas Chelsea jadi tim yang defensif. Justru amunisi ofensif mereka jadi meledak.

Karena gawang Chelsea sudah dilindungi tujuh orang, para pemain ofensif jadi bisa mengurangi tugas defensifnya dan berkonsentrasi pada aset terbaik mereka: menyerang.

"Saya tidak perlu lagi bergerak bertahan karena ada Marcos Alonso di sana. Saya hanya perlu berjagajaga di posisi ofensif dan ketika mendapatkan bola, saya memiliki lebih banyak kebebasan," kata Eden Hazard kepada Standard.


Gelandang Chelsea, Eden Hazard, melakukan selebrasi usai mencetak gol ke gawang Everton dalam laga lanjutan Premier League 2016-2017 di Stadion Stamford Bridge, London, pada 5 November 2016.(JULIAN FINNEY/GETTY IMAGES)

Hazard adalah salah satu pemain paling berbahaya di Premier League karena memiliki dribel, kecepatan, olah bola, dan kemampuan tembakan yang sangat oke.

Ketika "tali kekangnya" dilepas, Hazard pun mengamuk. Sejak Chelsea memakai 3-4-3, dia menyumbang lima gol dan satu assist. Performa dua pemain ofensif lainnya juga melejit.

Sebelum 3-4-3, Pedro hanya membuat satu assist. Setelah 3-4-3, dia membukukan dua gol dan empat assist. Diego Costa mengemas lima gol dan dua assist dalam enam laga sebelum 3-4-3.

Setelah 3-4-3, kontribusinya hampir sama hanya dalam lima penampilan: empat gol dua assist.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Firzie A. Idris
Sumber : Tabloid BOLA No. 2.716


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X