Dalam 12 bulan Sirkuit Sepang di Malaysia dipenuhi cerita berbeda, sangat kontras. Yang pertama sangat penuh emosi, yang kedua penuh persahabatan.
Penulis: Arief Kurniawan
Sengitnya perebutan gelar juara dunia antara Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi musim lalu diperparah oleh kisah di luar mereka. Pada konferensi pers di Sepang musim lalu, Rossi menuduh Marc Marquez sengaja mempermainkan dirinya dengan Lorenzo dan Andrea Iannone pada GP Australia.
Marquez kaget karena ia tidak merasa melakukannya yang dibuktikan dengan memenangi balapan di Sirkuit Phillip Island tersebut. Konferensi pers di Sepang kemudian memanas.
Bagi Marquez, yang sepanjang 2015 punya kisah tak sedap dengan Rossi terutama di Argentina dan Belanda, hal ini menjadi pemicu tambahan agar ia "ugal-ugalan" sekalian melawan The Doctor.
Saat balapan terlihat sekali Marquez memang "ngerjain" Rossi. Sadar bahwa di Sepang motornya lebih cepat dibanding Rossi, pebalap Spanyol tersebut membiarkan Lorenzo lewat, tetapi tidak untuk Rossi.
Dia terus mempermainkan Rossi. Terkadang memepetnya, menyusulnya, menahan lajunya, untuk kemudian memepet lagi, begitu seterusnya. Ini dia lakukan sejak lap pertama.
Rossi jelas saja kesal. Pertama, kenapa Lorenzo dibiarkan begitu saja oleh Marquez, sementara dirinya malah dipermainkan. Kedua, suhu panas di Sepang benar-benar membakar emosinya.
Puncaknya terjadi di lap ke-7, ketika Rossi yang sudah sangat terbakar emosinya sampai kehilangan kendali. Dia menendang motor Marquez hingga terjatuh dan gagal melanjutkan lomba.
Dampak dari aksinya itu, Rossi terkena penalti mesti start dari posisi paling belakang pada seri pamungkas di Valencia. Buntut dari semua masalah Rossi adalah dia gagal jadi juara dunia 2015 karena di Valencia hanya bisa finis di posisi KEempat.
Hujan Juga Bikin Adem
Setahun kemudian, Sepang sangat adem ayem. Ada dua penyebab utama. Pertama, Rossi dan Marquez sudah saling memaafkan di tengah kabar duka yang menyelimuti MotoGP di Sirkuit Catalunya, Spanyol, menyusul tewasnya pebalap Moto2, Luis Salom.
Kedua, adalah tensi perburuan gelar juara dunia tidak tinggi karena Marquez sudah memastikan diri meraih titel itu pada dua seri sebelum GP Malaysia digelar, tepatnya di GP Jepang.
Tambahan lagi adalah sejak Jumat Sepang 2016 selalu diguyur hujan. Itu membuat siapa pun yang berada di sekitarnya menjadi ikut adem, walau kelembapan tetap dirasakan.
Semua seperti tengah menikmati suasana santai, walau profesionalisme tetap terlihat. Ketika Andrea Dovizioso berhasil menyabet pole position, semua berharap Sepang akan menjadi saksi sejarah baru. Sebelum ini, paling banter hanya bisa ada delapan pebalap berbeda yang mampu jadi pemenang. Itu terjadi pada tahun 2000.
Dan ketika pada pertengahan musim 2016 ini tercipta rekor lain, di mana ada delapan pebalap berbeda memenangi delapan balapan secara beruntun, semua menanti pebalap kesembilan.
Itu belum terwujud seketika karena terhenti oleh dua kemenangan Marquez di Aragon dan Jepang. Namun, penantian dua windu untuk terciptanya sejarah itu benar-benar terwujud akhir pekan lalu.
Dovizioso sangat sabar saat balapan. Dia tidak emosional dan membuat kesalahan seperti ketika terjatuh di Assen, Belanda. Atau ketika lalai dalam mengikuti Andrea Iannone di Austria.
Dovizioso kali ini bahkan mampu mengikuti ritme para pebalap yang saat itu masih di depannya, Iannone dan Rossi. Dan, ketika Iannone terjatuh, Dovi hanya dihadapkan pada Rossi.
Ketika Rossi akhirnya membuat kesalahan dengan melebar di Tikungan 1, Dovi memanfaatkannya dengan baik. Ia memimpin balapan dan tak terkejar hingga finis. Balapan di tengah cuaca hujan itu berlangsung mulus, tiada emosi tertumpah.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.713 |
Komentar