Edukasi
Aremania jelas bukan pesakitan satu-satunya. Diakui atau tidak, mayoritas kelompok suporter di Tanah Air berperilaku serupa.
Meski sudah diperingatkan oleh operator penyelenggara turnamen dan bahkan disertai denda buat klub, chant rasis belum juga hilang.
"Chant itu kan awalnya untuk memberikan dukungan moril buat tim kesayangan. Namun, selanjutnya muncul lagu-lagu berbau rasis dengan tujuan mengejek suporter lawan. Hal ini membuat suasana memanas," ucap Asep Abdul, Ketua Bobotoh Maung Bandung Bersatu (Bomber).
Bila peringatan dan denda sudah tidak mempan, lantas bagaimana?
"Inovasi harus terus dilakukan. Tidak hanya chant, juga lewat koreografi untuk menggiring suporter tidak lagi menyanyikan lagu rasis. Hal ini memang tidak mudah, tetapi kita jangan menyerah. Suporter mesti terus diedukasi," kata Asep.
Hal senada meluncur dari mulut Bani Gultom, Ketua I SmeCk Hooligan, yang merupakan kelompok suporter PSMS Medan.
Stadion Teladan diakuinya bukan tidak pernah memperdengarkan chant rasis bagi tim tamu, namun semua itu kini mulai ditinggalkan.
"Sebaiknya chant sepak bola tidak menyinggung agama, warna kulit, atau kesukuan. Hal ini sangat negatif bagi sepak bola kita," katanya.
"Sekarang, kami lebih memilih kreatif dengan yel-yel. Marilah sekarang sesama suporter meneruskan kampanye FIFA, yang berjuang agar sepak bola terhindar dari rasisme. Sudah saatnya suporter diedukasi bahwa kehadiran mereka adalah untuk mendukung tim lewat kreativitas, bukan menghujat lawan," ujar Epol, koordinator kelompok suporter PSMS, Kampak FC.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar