Bagi Juventus, trofi paling elite di sepak bola Eropa untuk level klub adalah holy grail mereka. Ya, La Vecchia Signora begitu penasaran mengejar trofi Liga Champions.
Penulis: Dwi Widijatmiko
Bukannya Juventus tidak pernah menjadi juara. Mereka pernah menjadi kampiun pada 1985 dan 1996. Tetapi, seharusnya koleksi trofi Si Nyonya Tua saat ini hanya kalah dari Real Madrid, sang raja kompetisi dengan 11 trofi.
Juventus semestinya sudah memiliki delapan piala. Persoalannya, dalam enam kesempatan lain lolos ke final Piala/Liga Champions, Juve kalah!
Empat kejadian terakhir malah terjadi berturut-turut. Salah satunya dari Milan pada final 2003. Rekan senegara Juventus itu lebih oke dalam hal memaksimalkan penampilan di final untuk menjuarai Liga Champions.
Dari 11 kesempatan, Milan hanya gagal empat kali. Musim ini Juventus memulai lagi perburuan untuk holy grail-nya itu. Pengalaman sukses pada 1985 dan 1996 bisa digali lagi walaupun relevansinya mungkin kecil.
Baca Juga:
- Guardiola Rahasiakan Posisi Aguero Saat Menjamu Barcelona
- Klasemen Sementara MotoGP 2016 Setelah GP Malaysia
- Chelsea Tim Terakhir Pembunuh di St Mary's Stadium
Liga Champions kali ini jauh lebih sulit daripada saat Juventus bisa menjadi juara. Ketika itu satu negara hanya diwakili satu tim.
Sekarang tidak lagi. Persaingan lebih keras karena tim kuat yang bukan juara liga pun bisa tampil. Barangkali bisa dimengerti mengapa Juventus sekarang begitu susah menjadi kampiun.
Juventus di Final Piala/Liga Champions:
- 1972-1973 vs Ajax Amsterdam 0-1
- 1982-1983 vs Hamburg 0-1
- 1984-1985 vs Liverpool 1-0
- 1995-1996 vs Ajax 1-1 (4-2 pen)
- 1996-1997 vs Borussia Dortmund 1-3
- 1997-1998 vs Real Madrid 0-1
- 2002-2003 vs AC Milan 0-0 (2-3 pen)
- 2014-2015 vs Barcelona 1-3
Memori Kesuksesan Juventus di Liga Champions:
1985
Belum ada fase grup. Perjalanan di Piala Champions 1984-1985 masih berupa empat babak sistem gugur dua leg kandang-tandang sebelum mencapai final.
Juventus mulus sampai ke final karena memperoleh lawan-lawan "mudah" di babak I, II, perempat final, dan semifinal: Ilves (Finlandia), Grasshoppers(Swiss), Sparta Praha (Cekoslovakia), serta Bordeaux(Prancis).
Di final barulah Juve menghadapi partai terberat. Juara bertahan Liverpool masih diperkuat Ian Rush, Kenny Dalglish, Ronnie Whelan, dan Bruce Grobbelaar.
Dibayang-bayangi Tragedi Heysel, Juventus menang 1-0 lewat penalti bintangnya, Michel Platini.
1996
Sudah ada fase grup, tetapi peserta masih dibatasi hanya juara liga. Jadi, kompetisi ketika itu belum seketat dan sepanjang sekarang.
Kendati demikian, Juventus memperlihatkan kekuatannya, yang memang sedang tumbuh bersama Alessandro Del Piero dan pelatih Marcello Lippi, dengan menyingkirkan tim-tim kuat.
Borussia Dortmund (Jerman) di fase grup, Real Madrid (Spanyol) di perempat final, dan Ajax (Belanda) pada pertandingan pamungkas.
Ajax sedang kuat-kuatnya dengan generasi emas Louis van Gaal seperti Edgar Davids, Jari Litmanen, dan Patrick Kluivert. Sekali lagi Juve menaklukkan juara bertahan. Kali ini lewat adu penalti.
[video]http://video.kompas.com/e/5189843207001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar