"Ini gara-gara saya terpukau dengan kejayaan pelari Jesse Owens yang berhasil memborong empat medali emas pada Olimpiade 1936 di Berlin."
Demikian penuturan Maulwi Saelan terkait inspirasinya untuk tampil di pesta olahraga terbesar dunia, seperti dilansir Harian Kompas edisi 4 Juni 2002.
Sejak menyaksikan perjuangan Owens di Berlin, Saelan membulatkan tekad untuk membela Indonesia di Olimpiade. Hanya, pilihan Saelan untuk merajut mimpi bukanlah cabang lari seperti Owens, melainkan sepak bola yang merupakan olahraga favoritnya.
Angan menjadi kenyataan pada 17 November 1956. Dia dipercaya berdiri di bawah mistar Indonesia saat melawan Uni Soviet pada pertandingan sepak bola Olimpiade di Melbourne, Australia.
Maulwi Saelan lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1926; adalah salah satu pemain sepak bola legendaris. Posisinya sebagai Kiper.
— PSSI - FAI (@pssi__fai) October 10, 2016
Selain Saelan, ada sejumlah pemain legendaris seperti Ramang, Djamiat, Him Tjiang, Liong Houw, Kiat Sek, dan kapten Ramlan di Tim Garuda.
Seperti halnya Saelan, saat itu merupakan kali pertama mereka membela negara di Olimpiade.
Mereka tampil tidak seperti debutan. Uni Soviet yang merupakan salah satu kekuatan sepak bola Eropa ketika itu, tampil tumpul hingga babak tambahan 2x15 menit.
Atas hasil 0-0 itu, kredit tentu dialamatkan kepada Saelan yang menjadi benteng pamungkas di pertahanan Indonesia.
"Saya jatuh bangun menahan gelombang serbuan beruang merah," ucap pria kelahiran Makassar itu.
Belum ada aturan adu penalti ketika itu. Jadi, pertandingan harus digelar ulang 36 jam berselang.
Nahas bagi Indonesia, dua pemain mengalami cedera pada laga pertama. Mereka pun tidak berdaya dan kalah 0-4 dalam duel ulangan.
Meski begitu, Saelan tetap dikenal sebagai salah satu aktor penting dalam sejarah sepak bola Indonesia. Terlebih lagi, Uni Soviet mengakhiri Olimpiade dengan medali emas.
Berkat aksinya menahan Uni Soviet pula, Saelan mengundang atensi dari Presiden Soekarno.
"Bung Karno mengenal saya berkat Olimpiade Melbourne. Beliau tanya siapa ayah saya, Amin Saelan pendiri Taman Siswa Makassar," tutur Saelan.
Seusai Saelan mundur, sosok pengawal di jala Indonesia terus beberapa kali berganti wajah. Ada Hendro Kartiko, Kurnia Sandy, dan kini Kurnia Meiga.
Hanya, hingga Saelan tutup usia pada Senin (10/10/2016), prestasinya menahan Uni Soviet masih tiada dua.
Selamat jalan, Saelan...
PSSI Turut Berduka CIta Atas Meninggalnya Maulwi Saelan ... https://t.co/mI2MNJs33Z pic.twitter.com/pQjjWvpnCf
— PSSI - FAI (@pssi__fai) October 10, 2016
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Harian Kompas |
Komentar