"Kami adalah pasukan iblis. Warna kami merah yang melambangkan api, serta hitam untuk memunculkan ketakutan lawan."
Penulis: Sem Bagaskara
Perkataan pendiri Milan, Herbert Kilpin, itu sempat dikutip oleh Sinisa Mihajlovic musim lalu. Hanya, ketika menduduki jabatan kursi pelatih I Rossoneri, Miha belum sepenuhnya mampu mengejawantahkan makna warna merah-hitam.
Miha bahkan diberhentikan sebelum musim berakhir. Pada 2015-2016, warna hitam seolah malah menggambarkan ketakutan dan kebingungan yang menyelimuti personel Il Diavolo.
Ketika menukangi Milan, Mihajlovic lumayan sering mengubah formasi tim. Ia pernah menggeber 4-3-1-2, 4-3-3, dan 4-4-2.
Situasi tampak lebih stabil begitu tongkat komando kepelatihan dipegang Vincenzo Montella.
Pelatih beralias L'aeroplanino (Si Pesawat Kecil) itu rutin menerapkan skema 4-3-3 dan sangat jarang mengubah susunan starternya secara masif.
Baca Juga:
- Ambisi Verratti Menangi Gelar Liga Champions
- Bersama Thierry Henry, Lukaku Alami Banyak Kemajuan
- Pelatih Spanyol Terima Diego Costa Apa Adanya
Stabilitas formasi diikuti oleh konsistensi. Dalam tujuh pekan perdana Serie A 2016-2017, Milan arahan Montella mengeruk 13 poin, alias empat lebih banyak dibanding skuat arahan Mihajlovic musim lalu.
Meski masih terlalu prematur, Montella boleh dibilang mulai bisa menerjemahkan filosofi Kilpin. Ketika bersua Sassuolo pada pekan ketujuh, Il Diavolo menampilkan semangat membara seperti api untuk membalikkan ketinggalan 1-3 menjadi kemenangan 4-3.
Semangat merah-hitam Milan mulai terlihat di atas lapangan dan kini sedang diupayakan juga muncul di jajaran direktur klub.
Corak merah-hitam Il Diavolo memang kurang kentara di sektor tersebut seiring minimnya bandiera (simbol klub) yang memangku jabatan.
Kapten legendaris Milan, Franco Baresi tak menduduki posisi strategis. Baresi "hanya" bertugas sebagai duta klub sementara Filippo Galli mengisi pos kepala akademi.
Penghargaan Milan kepada para eks bintang klub dianggap sangat kurang. Bandingkan saja dengan Inter dan Juve yang memberikan jabatan Wakil Presiden kepada legenda mereka: Javier Zanetti (Inter) dan Pavel Nedved (Juventus).
Bandiera
Roma telah melowongkan satu kursi direktur kepada Francesco Totti andai sang penyerang memutuskan gantung sepatu pada akhir musim 2016-2017.
Bahkan, Bologna memercayakan posisi manajer tim kepada Marco Di Vaio. Padahal, Di Vaio sebenarnya kurang layak masuk kategori bandiera Bologna mengingat ia lahir di Roma dan cuma empat musim berkarier di klub asal Emilia-Romagna itu.
Perihal itulah yang ingin diubah oleh kepengurusan Il Diavolo di bawah pemilik baru asal China, Sino-Europe.
Manajemen anyar yang sedang dihimpun oleh Marco Fassone sekarang ingin membuka pintu lebar-lebar bagi barisan legenda yang selama ini tenaganya hanya digunakan untuk melakoni partai ekshibisi bersama Milan Glorie.
Salah satu legenda yang getol didekati Fassone adalah Paolo Maldini, kapten Il Diavolo yang memenangi trofi Liga Champion 2003 dan 2007.
Maldini mengaku telah empat kali bertatap muka dengan Fassone.
"Ada yang bilang saya minim pengalaman. Saya perlu memberikan catatan bahwa saya mempunyai pengalaman dalam aspek teknis setelah melalui seumur hidup dengan seragam Milan," kata Maldini di Sky Sport Italia.
Cuma, negosiasi dengan Maldini belum mencapai kata final. Pria yang identik dengan nomor tiga itu belum bersedia menyambut jabat tangan Fassone karena ia ingin jaminan kejelasan dan keleluasaan dalam tugas barunya nanti.
Maldini tampak cemas jika dirinya hanya akan dijadikan boneka bagi pemilik baru untuk memenangi simpati fan.
"Saya perlu mendengar penjelasan langsung dari mereka (pemilik baru). Jika saya mengorbankan wajah, hati, dan hasrat kepada pekerjaan ini, bekerja 24 jam sehari, 365 hari setahun, maka saya ingin melakukannya untuk proyek yang benar-benar serius," tutur Maldini.
[video]http://video.kompas.com/e/5161734558001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar