“Sebenarnya masih banyak talenta hebat di daerah-daerah lain. Hanya, belum terpantau semua. Untuk tim PON, kami memang cuma menyeleksi di beberapa daerah,” kata Erwin lagi.
Laku di Luar
Meski demikian, banjirnya bakat-bakat asal Sulsel tak “didukung” klub-klub di sana. Maksudnya, sejauh ini hanya PSM Makassar yang paling mentereng dan menjadi incaran anak-anak muda Sulsel.
Kondisi itu membuat tak semua pesepak bola muda punya kesempatan bermain buat Juku Eja.
Tentu, hal itu melahirkan tradisi baru di mana pemain muda asli Sulsel harus merantau terlebih dahulu demi menunjukkan sinarnya kepada PSM.
“Pembinaan di Sulsel boleh dibilang lancar, tapi klub di sini terbatas. Sekarang hanya PSM yang masih eksis sebagai klub top. Padahal, dulu ada Makassar Utama,” tutur Erwin.
"Situasi itu membuat pemain lokal harus bersaing dengan kawannya sendiri untuk bermain buat PSM. Oleh sebab itu, banyak dari mereka yang keluar dari Sulsel, bermain di klub lain dan kemudian baru dilirik PSM. Kebanyakan memang begitu, mereka selalu bersinar ketika merantau," ujarnya lagi.
Ya, Sulsel memang bukan Jawa Timur, di mana banyaknya bakat didukung banjirnya klub top. Apa yang terjadi saat ini seakan menegaskan hal tersebut.
Hanya Wasyiat Hasbullah, M. Fadhlan Gufran, Andri Faisal Amru, dan Mohammad Syaiful yang berhasil menembus skuat PSM, sementara talenta lain yang lahir dari PON, semisal Siswanto, M. Alia Fuad, Paldi Usman, Asnawi Mangkualam Bahar, dan Adi Setyawan kudu merantau keluar Sulsel.
“Selepas PON, manajemen PSM memang sempat berbicara kepada kami ingin mengumpulkan tim PON Sulsel buat masuk skuat PSM. Namun, lagi-lagi belum terealisasi karena kuotanya terbatas. Tak masalah juga jika mereka merantau. Toh, kalau sudah punya pengalaman, pemain pasti lebih matang dan lebih siap masuk PSM,” kata Erwin lagi.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar