BANJARNEGARA, JUARA.net – Turnamen antar klub amatir atau tarikan kampung (tarkam) di sepak bola Indonesia bukan barang baru. Eks pemain asing level Indonesia Super League (ISL) sekelas Ronald Fagundez pun menikmati tarkam di dataran tinggi Dieng.
Sebuah turnamen tarkam yang diselenggarakan Forum Komunikasi Pemuda Batur (FKPB) di lapangan Desa Batur, Pegunungan Dieng, Banjarnegara berlangsung seru.
FKPB Cup 3 yang digelar selama 25 hari itu diikuti 32 tim. Dengan menggunakan sistem gugur, final turnamen digelar pada Minggu (25/9/2016).
”Masyarakat di Desa Batur sangat ingin menyaksikan pesepak bola level atas secara langsung."
Panitia Pelaksana FKPB Cup 3, Frida Afgani
Pada partai pamungkas itu, PS Angker Ratamba bersua PS Katana Gondangan. Pada laga itu, deretan bintang klub Divisi Utama seperti Anam Sahrul, Franky Mahendra, Andik Rahmat dan Taufik Hidayat hadir.
Para pemain yang terakhir membela PSIS Semarang, tetapi terkena sanksi atas kasus sepak bola gajah, mengais rejeki di tarkam ini.
Namun selain mereka, ada para pemain dari klub-klub Indonesia Soccer Champhionship (ISC) B yang gagal lolos ke 16 Besar yang tampil. Para pemain itu sebelumnya main untuk Persibangga Purbalingga, Persip Pekalongan, PPSM Magelang dan Persiba Bantul.
Panitia pelaksana tarkam, Frida Afgani, mengungkapkan pemain yang diundang berasal dari klub yang sudah tersingkir di ISC B. Sebab, tarkam tidak ingin mengganggu persiapan tim-tim yang lolos ke babak berikutnya.
Di luar pesepak bola lokal level nasional, turnamen ini juga menampilkan pemain asing. Deretan pemain yang pernah malang-melintang di kompetisi kasta tertinggi negeri ini hadir di turnamen tarkam itu.
Mereka antara lain para pemain asal Amerika Selatan seperti: Ronald Fagundez (Uruguay) dan Arnaldo Villalba Benitez (Paraguay). Lalu ada pesepak bola Afrika yang namanya cukup kesohor di Indonesia.
Para pemain itu adalah Herman Dzumafo (Kamerun), Bruno Casimir (Kamerun), Mamadou Al Hadji (Mali) sampai Jean Paul Boumsong (Kamerun).
”Masyarakat di Desa Batur sangat ingin menyaksikan pesepak bola level atas secara langsung,” kata Frida.
”Bila sebelumnya mereka hanya bisa menonton pemain di televisi, kini mendapat kesempatan melihatnya secara lebih dekat. Ini jarang terjadi di desa kami,” tutur Frida.
Menurut Frida, tim peserta memang harus menyertakan pemain profesional, apakah yang pernah bermain di Divisi Utama atau ISL.
Baca juga:
- Laga Diakhiri Bentrok Polisi dan Suporter, PSS Sleman Gagal Menang
- Satu Kaki Andik Vermansah Cs di Final Piala Malaysia 2016
- Lima Calon Rising Star Piala AFF 2016
Hasilnya, kontestan tarkam itu harus menggelontorkan dana sampai Rp 65 juta saat berlaga di turnamen ini. Padahal, hadiah untuk juara turnamen ini hanya Rp 10 juta.
”Kebanggaan dan gengsi bisa mendatangkan pemain top membuat penyandang dana tim tak segan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Turnamen itu sudah menjadi agenda tahunan di desa kami,” ucapnya.
”Tahun berikutnya, tim harus menyertakan pemain top. Ini menjadi salah satu persyaratan. Bila tidak ada pemain top, tim tidak boleh ikut turnamen,” kata Frida.
Namun, turnamen semacam tarkam ini jadi sumber pemasukan pemain yang terkena sanksi. Anam Syahrul, korban sepak bola gajah, yang absen di turnamen PT Gelora Trisula Semesta (GTS) akhirnya pilih ikut tarkam.
”Saya dan teman-teman yang lain pergi dari satu kota ke kota lain mengikuti tarkam. Sebab, kami sudah tidak bisa bermain lagi di even resmi,” cetus Anam.
”Jadi, kami lebih banyak ikut tarkam. Dari Dieng, kami akan tampil di Tawangmangu,” tutur eks kapten Persijap Jepara itu.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | juara |
Komentar