Tottenham Hotspur menunjukkan perkembangan pesat di 2015-2016 ketimbang pada musim pertama Mauricio Pochettino di 2014-2015. Penerapan taktik dan personel yang tepat menjadi alasan. Ia melepaskan pemain yang tak sesuai dengan filosofinya.
Penulis: Anggun Pratama
Mauricio "Poch" Pochettino senang memakai sistem 4-2-3-1 dengan garis pertahanan tinggi. Ia punya filosofi counterpressing. Salah satu dari gelandang sentralnya memiliki peran half back alias separuh bek tengah.
Biasanya, pos tersebut diberikan pada Eric Dier, yang juga bisa bermain sebagai bek tengah. Kehadiran half back seperti garansi bila permainan menekan Spurs gagal dan harus menerima serangan balik.
Sosok tersebut berperan besar menjadi bek tambahan mengingat kedua bek sayap Spurs bergerak agresif menyisir kedua sisi lapangan.
Para bek sayap ini meluaskan permainan karena terkait pemberian tugas ekstra kepada para gelandang serang sayap.
Gelandang serang sayap Spurs mendapat peran buat menekan pemain lawan di tengah. Ditambah, keberadaan gelandang serang sentral dan penyerang tunggal, membuat bagian tengah permainan Spurs sangat padat.
Tujuannya? Tentu buat menekan lawan demi merebut kembali penguasaan bola. Poch tidak memberi instruksi agar menekan lawan tanpa henti. Ia memiliki sejumlah syarat yang sangat spesifik.
Salah satunya adalah ketika lawan berada di sepertiga permainannya sendiri dan menerima bola dengan kaki dalam menghadap gawangnya sendiri. Posisi seperti itu membuat lawan melepas operan aman ke gawang sendiri atau malah membuat kesalahan.
Saat itulah potensi terjadinya gol lahir. Saat lawan sudah keluar dari kawasan sepertiga permainannya, Spurs harus mundur mengorganisasi pertahanan.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.693 |
Komentar