“Saya benar-benar marah. Saya marah karena tidak bisa melakukan apa-apa. Saya hanya bisa melihat kami tersingkir dari Copa America,” ucap Suarez.
Baca Juga:
- Cristiano Ronaldo Dituding sebagai Pria Paling Sombong di Bumi
- Morata: Dahulu Saya Hanya Tonton Semua Pertandingan Spanyol di TV
- Messi Akan Dibunuh Jika Cukur Janggut
Bagi beberapa orang yang mengerti Suarez, kegeraman itu hanya sesaat karena perjalanan hidupnya memang seolah sudah ditakdirkan penuh kontroversi dan tragedi. Hal itu seperti yang pernah dialami pada musim terakhirnya di Liverpool.
Saat itu musim 2013/14, Suarez seperti from zero to hero.
ari yang tadinya nyaris berstatus penjahat menjadi jagoan. Tanpa Suarez kekuatan Liverpool cuma setengah. Namun, dengan Suarez kekuatan Liverpool menjadi satu setengah.
Pria bengal tapi cinta keluarga ini tak syak lagi bisa menjadi “Maradona-nya” The Reds.
Penampilan Liverpool sepanjang musim ini makin terbentuk lewat karakter Suarez, baik sandiwaranya di lapangan atau kepribadian eksentriknya.
Persepsi adalah kenyataan. Di mana pun, ke mana pun Suarez berada peluit dan ejekan selalu mengikutinya. Wasit harus mengawasinya ekstra keras, mendekatinya sebisa mungkin dan bersumpah sejak di kamar ganti dirinya tak akan ragu-ragu.
Pemberontakan ayah dua anak itu, benar atau salah, kerap kali dipersepsikan sebagai ancaman buat lembaga yang menaunginya.
Dia adalah ikon yang mudah difitnah dunia sehingga sering dijuluki Che Guevarra-nya sepak bola.
Suatu saat Suarez tampak terlihat sebagai pejuang ketidakadilan pada sebuah struktur, yang secara morfologis gampang terpeselet menjadi pejuang anarkis.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar