Degup jantung seluruh elemen Real Madrid semakin kencang saja menjelang penutupan La Liga 2015-16. Penentuan jawara masih harus menunggu sampai detik-detik terakhir pada pekan pamungkas menyusul hasil pekan ke-37, Minggu (8/5/2016).
Penulis : Indra Citra Sena
Persaingan kini sudah mengerucut kepada Real Madrid dan FC Barcelona. Situasi yang mengingatkan penikmat sepak bola Spanyol terhadap edisi 2009-10 ketika kedua tim hanya berselisih satu poin sampai pekan ke-37, serupa dengan musim ini.
Kenangan tersebut tidaklah berakhir bahagia bagi Real Madrid karena titel La Liga melayang ke Barcelona. Pada pekan pamungkas, Los Blancos alias Si Putih cuma bermain imbang 1-1 melawan Malaga, sedangkan sang rival abadi memetik kemenangan telak 4-0 atas Real Valladolid.
Peristiwa enam tahun silam tentu membekas di benak para pemain senior seperti Marcelo, Sergio Ramos, Pepe, Karim Benzema, dan Cristiano Ronaldo. Mereka mengalami kegagalan kendati telah mengerahkan segala daya dan upaya yang dimiliki hingga finis.
Kekhawatiran kuintet pilar Real Madrid tentang potensi pengulangan sejarah barangkali tertutupi komentar penuh semangat selepas mengalahkan Valencia. Mereka tetap berpikir positif sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada suporter.
“Kami selalu yakin bahwa peluang masih terbuka. Sulit memang, tapi dengan kerendahan hati dan kesabaran, kami pasti akan bisa memenangi laga pamungkas,” kata Marcelo sebagaimana dikutip dari situs klub.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah penggunaan kata-kata Marcelo. Dia sama sekali tidak menyinggung juara La Liga atau menyalip perolehan poin Barcelona, seolah-olah Real Madrid bakal melanjutkan puasa gelar liga selama empat musim beruntun.
Menimbang calon lawan pada pekan penentuan, kubu Real Madrid pantas menggerutu lantaran dewi fortuna tampak lebih condong memihak Barcelona. Granada, yang tengah terpuruk di papan bawah, tentu bukan penantang serius buat Lionel Messi dkk.
Artinya, kemungkinan besar Barcelona akan kembali menapaki tangga juara La Liga sekaligus mengulangi peristiwa 2009-10. Real Madrid lagi-lagi menelan pil pahit, tapi tak sepenuhnya merugi karena telah membangun fondasi mental yang bisa dikatakan kuat.
Faktor Zidane
Real Madrid tidak lagi alergi terhadap tim-tim kuat seperti pada paruh pertama kompetisi saat kendali ruang ganti masih berada di tangan Rafael Benitez. Hasil-hasil pertandingan kontra Barcelona, Sevilla, Villarreal, dan Valencia sungguh bertolak belakang pada paruh kedua.
Keberadaan Zinedine Zidane di kursi kepelatihan menghasilkan kemenangan atas keempat tim kuat tersebut. Di era Benitez, Real Madrid keok dari Barcelona (0- 4), Sevilla (2-3), dan Villarreal (0-1), serta bermain imbang melawan Valencia (2-2).
Satu-satunya cacat Zidane yakni kalah dari Atletico Madrid (0-1) di Santiago Bernabeu, sedangkan Benitez mampu menahan imbang seteru sekota di Vicente Calderon (1-1). Namun, hasil negatif itu justru menjadi titik balik Real Madrid.
Total 11 kemenangan beruntun sanggup ditorehkan usai menerima tamparan Atletico. Jumlah ini menyamai perolehan Jose Mourinho (2011-12) dan berjarak satu lebih sedikit dari Carlo Ancelotti (2014-15).
Zidane terbilang berhasil membenahi mental Real Madrid. Buktinya, mereka bisa menang kendati sempat tertinggal lebih dulu, bukan cuma sekali, tapi dua kali sewaktu meladeni Barcelona dan Rayo Vallecano.
Oleh sebab itulah, andaikan benar-benar gagal menjuarai liga, Real Madrid tak perlu terlalu larut dalam kesedihan. Fondasi mental tim sudah terbentuk dan Zidane tinggal mempertahankannya untuk bangkit merebut titel La Liga dari tangan Barcelona pada musim depan.
Editor | : | Aloysius Gonsaga |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.666 |
Komentar