“Cintailah produk-produk Indonesia” merupakan kalimat yang sangat populer dari salah satu iklan produsen alat elektronik dalam negeri.
Penulis: Kukuh Wahyudi/Fifi N./Suci Rahayu/Ovan Setiawan/Yan Daulaka
Kalimat itu bahkan bisa mewakili maksud dari pemerintah, yang sedang gencar mengampanyekan agar masyarakat menggunakan produk Tanah Air.
Fakta di lapangan saat ini, masyarakat tampaknya memang mulai “terhipnotis” kampanye itu.
Sudah banyak masyarakat yang bangga menggunakan hasil karya dalam negeri.
Kondisi itu pun terjadi di industri sepak bola, khususnya dilihat dari apparel kostum klub.
Dari 18 klub yang berlaga di Kejuaraan Sepak Bola Torabika/Torabika Soccer Championship (TSC), ada 13 tim yang menggunakan apparel lokal dan lima tim memakai merek asing.
Kondisi ini tentu berbanding terbalik dari terakhir kali liga bergulir (Liga Super Indonesia 2014).
Sebanyak enam apparel asing digunakan oleh 13 klub, sedangkan empat merek lokal hanya dipakai oleh tujuh klub.
Apa yang dijual dari apparel Lokal?
CEO Vision of Superior, Yudhi Setiawai, mengatakan bahwa produk lokal sebenarnya sudah mampu bersaing dengan merek asing.
“Yang menjadi tantangan adalah kepercayaan dan daya beli masyarakat. Soal teknologi kami juga sudah terapkan. Buktinya, pabrikan kami sudah mendapatkan lisensi dari Adidas, artinya kami bisa memproduksi barang-barang Adidas,” kata Yudhi, yang biasa disapa Jeck itu.
“Kami menjual citra rasa lokal. Bicara kualitas pun tak kalah. Kami selalu mencoba setara dengan merek asing,” ujar Arif Wirawan, CEO Specs.
Apa yang membuat klub tertarik menggunakan apparel lokal?
Syarifudin Ardasa (asisten manajer Barito Putera), Achsanul Qosasih (pemilik Madura United), dan Sudarmaji (media officer Arema), memiliki alasan serupa soal kepercayaan dengan merek lokal.
“Kami ingin membangun kemitraan dengan produsen lokal. Selain kualitas bahan yang tak kalah bagus, kami bisa memesan desain sendiri sesuai karakter tim,” kata Syarifudin.
“Hal yang utama adalah ikut membantu branding produk lokal. Produk MBB tak kalah meriah saat ini. Terbukti dari survei kostum favorit, Madura United masuk 5 besar,” ucap Achsanul.
“Produk lokal bisa bersaing. Sejak Arema memilih Specs, kami mendapatkan respons positif,” tutur Sudarmaji.
Ada Apa dengan Bali United dan PS TNI?
Dua tim itu sama-sama tidak menyertakan merek apparel di kostum mereka.
“Kami sudah memiliki merchandise store. Kami ingin membesarkan brand sendiri,” ukar Katrine Wianna, staf pemasaran Bali United.
Tujuan yang sama sebenarnya dimiliki manajemen Surabaya United.
“Kostum Surabaya United kami yang memproduksi. Tapi, tidak dalam status sponsor apparel. Mereka memakai merek sendiri, yaitu GW singkatan dari Gede Widiade (CEO klub). PS TNI juga kami yang produksi, tapi tanpa merek apparel,” kata Jeck.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.664 |
Komentar