Pada rentang 1930 sampai 1935, Juventus sukses memenangi lima scudetto beruntun. Sejak itulah julukan La Fidanzata d'Italia (Sang Kekasih Italia) mulai melekat kepada klub yang berbasis di Region Piemonte tersebut.
Penulis : Sem Bagaskara
Juventus tak lagi hanya menjadi milik publik Kota Turin atau Region Piemonte. Mereka mendapatkan cinta dari berbagai penjuru Italia.
"Klub pada masa itu, hingga sekarang, merepresentasikan alternatif dari sentimen kedaerahan dan dianggap sebagai alat pemberontakan terhadap ibu kota setempat," ujar dosen Universitas di Torino, Giovanni De Luna, dalam buku Juventus: A History in Black and White.
Ya. Lantaran tak menyandang embel-embel Kota Turin, Juventus berkembang menjadi ikon universal. Pendukung klub berkostum Putih-Hitam itu tersebar mulai dari selatan hingga utara Italia.
Juventus arahan Massimiliano Allegri kini berada dalam posisi bagus untuk mengulang pencapaian tim yang paling dicintai masyarakat Italia pada 1930 sampai 1935, yakni mencaplok lima titel Serie A secara konsekutif.
Klub beralias I Bianconeri memimpin klasemen Serie A 2015-2016 dengan keunggulan enam poin atas tim peringkat dua, Napoli.
Menilik enam partai sisa, cuma Fiorentina yang berpotensi mengganjal laju kencang anak asuh Allegri.
"Kami sudah sangat dekat. Tim tak boleh terpeleset," ujar penyerang Juventus berpaspor Argentina, Paulo Dybala.
Juventus mulai kembali mendominasi Italia ketika tongkat komando kepelatihan dipegang Antonio Conte pada 2011.
Conte mempersembahkan tiga titel scudetto (2011-2012, 2012-2013, 2013-2014). Kinerja apik Juve berlanjut meski harus berganti nakhoda dari Conte ke Allegri pada 2014-2015.
Allegri musim lalu mengantar Il Bianconeri sebagai kampiun Italia dan pada akhir 2015-2016 nanti sangat berpeluang menorehkan prestasi serupa.
Namun, kiprah hebat Juventus tak selalu menimbulkan cinta dari penggemar sepak bola Negeri Piza.
Bagi kaum kontra, julukan La Fidanzata d'Italia adalah deskripsi sempurna bagi Juve yang sering diuntungkan oleh keputusan wasit.
[video]http://video.kompas.com/e/4839071041001_ackom_pballball[/video]
Kontroversi
Kasus terbaru yang menyembul ke permukaan adalah perlakuan berbeda korps pengadil terhadap aksi kontroversial Leonardo Bonucci dan Gonzalo Higuain (Napoli).
Dalam laga derbi kontra Torino (20/3/2016), Bonucci melakukan protes keras kepada wasit Nicola Rizzoli. Ia bahkan disinyalir "beradu" kepala dengan sang wasit.
Kendati demikian, Bonucci pada akhirnya tak dikenai sanksi.
Higuain layak meradang karena aksi serupa yang ia lakukan kepada wasit Massimiliano Irrati dalam laga melawan Udinese (3/4/2016) berujung dengan larangan bermain selama empat laga.
Hanya, protes Higuain boleh dibilang memang lebih brutal karena tangannya sempat menyentuh tubuh wasit, sesuatu yang tak dilakukan oleh Bonucci.
Ketimbang mempersoalkan kontroversi yang miskin bukti, kaum pro akan lebih suka melihat aksi brilian Juventus sepanjang 2016.
Sejak kalender tahun berganti, Dybala dkk mengoleksi 43 angka dalam 15 pertandingan liga (2,87 poin per gim).
Mereka hanya sekali gagal menang, tepatnya saat bertandang ke markas Bologna (0-0), Renato Dall'Ara, 19 Februari silam.
Rata-rata perolehan poin Juventus pada 2016 bahkan lebih baik dari para raksasa Eropa macam Barcelona, Real Madrid, atau Bayern Muenchen.
Berkaca dari rapor impresif tersebut, fan Juventus boleh saja memberikan julukan baru kepada tim kesayangan mereka: La Fidanzata d'Europa (Sang Kekasih Eropa).
[video]http://video.kompas.com/e/4828531049001_ackom_pballball[/video]
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.662 |
Komentar