Saat mainan investasi dunia berubah, kalangan superkaya giat mencari cara baru untuk mengembangbiakkan kekayaan mereka. Salah sektor yang menjanjikan keuntungan menggiurkan adalah olahraga, terutama sepak bola.
Satu di antara orang tajir yang tercatat memainkan uangnya di ranah sepak bola adalah miliarder asal Rusia, Roman Abramovich. Dia memiliki klub asal Inggris, Chelsea, sejak tahun 2003.
Rekam jejak Abramovich kemudian diekori orang-orang berfulus tak berseri lainnya. Sebut saja Sheikh Mansour, pemilik Manchester City, dan Les Scadding, yang menjadi tuan Newport County AFC.
Tak hanya mereka, orang-orang tajir Asia yang enam tahun lalu masih belum melirik justru menunjukkan aksi dinamis dalam membeli klub sepak bola populer.
Tak tanggung-tanggung, mereka yang berani mempertaruhkan reputasinya punya aset dengan nilai lebih dari 30 juta dollar AS atau kerap disebut ultrahigh net worth individuals (UHNWI).
Menurut Laporan Kekayaan atau Wealth Report 2016 keluaran Knight Frank yang mengutip tinjauan tahunan keuangan sepak bola Deloitte, medio 2009-2010, investor kaya Asia memiliki 11 persen saham klub yang berlaga di kancah Premier League.
Jumlah ini lebih besar ketimbang kepemilikan investor asal Eropa-Rusia yang tercatat sebanyak 6 persen. Di atas taipan Asia, ada investor Afrika-Timur Tengah, Amerika, dan Inggris Raya-Irlandia masing-masing 17 persen, 17 persen, dan 50 persen.
Untuk musim kompetisi 2015-2016, investor Asia masih berkontribusi kendati jumlahnya menyusut hanya 5 persen. Kepemilikan terbanyak masih dikuasai investor Inggris Raya-Irlandia, yakni 40 persen.
Berikutnya adalah investor Eropa-Rusia sebanyak 20 persen, Afrika-Timur Tengah 5 persen, dan Amerika 30 persen.
Dari komposisi ini terlihat bahwa investor di luar Inggris Raya-Irlandia mendominasi kepemilikan klub-klub Premier League sebanyak 60 persen. Tumbuh dari sebelumnya 45 persen pada kurun 2009-2010 dan hanya 20 persen pada 2004-2005.
Apa yang mereka cari dari sepak bola, mengingat tidak semua pencandu sepak bola mau membeli sebuah klulb?
Apakah mereka membelanjakan uangnya ini hanya sebagai simbol status? Bahkan, mereka mungkin tidak melihat bahwa dengan memiliki klub sepak bola bisa meningkatkan bisnisnya. Pasalnya, ada pundi-pundi yang bisa mereka keruk semaksimal mungkin.
Contohnya, pendapatan Liga Primer Inggris atau English Premier League (EPL) yang melonjak 29 persen pada tahun 2015 menjadi 3,3 miliar poundsterling. Sebelumnya, pendapatan mereka "cuma" 2,5 miliar poundsterling.
Pada Februari 2015, Premier League juga mencetak rekor penjualan hak siar televisi senilai 5 miliar poundsterling atau 71 persen membengkak dari kesepakatan awal.
Pencapaian tersebut mendorong optimisme Premier League untuk menargetkan pendapatan lebih tinggi pada musim pertandingan 2016-2017.
Tahun ini, EPL memproyeksikan hadiah uang yang bisa diterima klub papan bawah saja sekitar 100 juta poundsterling atau naik dari tahun lalu senilai 62 juta poundsterling.
Sementara itu, klub di kasta teratas diproyeksikan bisa meraup hadiah uang sejumlah 156 juta poundsterling. Sebelumnya, mereka hanya menerima 97,5 juta poundsterling. (Hilda B. Alexander)
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | kompas.com |
Komentar