Milan menyimpan kenangan buruk kala memakai pemain ofensif berkebangsaan Prancis. Kendati demikian, memori tersebut tak mengurangi ketertarikan I Rossoneri terhadap penyerang OGC Nice berpaspor Prancis, Hatem Ben Arfa.
CEO Milan, Adriano Galliani mempunyai julukan Si Burung Kondor karena pria berkepala plontos itu terkenal punya mata tajam dalam memantau pemain-pemain bertalenta di bursa transfer.
Galliani adalah sosok di balik keberhasilan Milan merekrut trio Belanda, Marco van Basten-Ruud Gullit-Frank Rijkaard, dan jajaran pemain legendaris klub yang lain semodel Andrea Pirlo, Clarence Seedorf sampai Ricardo Kaka.
Akan tetapi, Galliani juga pernah melakukan "dosa besar". Pada 1996, Galliani melewatkan bakat sebesar Zinedine Zidane yang waktu itu masih berseragam Bordeaux.
Alih-alih membeli Zidane, Galliani malah merekrut rekan setim Zidane yang berposisi sebagai penyerang, Christophe Dugarry.
Karier Dugarry di Milan hanya seumur jagung.
Ia hanya bertahan selama musim 1996-1997 dengan torehan lima gol dalam 21 penampilan. Galliani seperti tak berjodoh dengan penyerang Prancis.
Sebelum Dugarry datang, Galliani pernah menjadikan Jean-Pierre Papin sebagai pemain termahal dunia pada 1992. Papin dipinang Milan dari Marseille dengan biaya 10 juta pound.
Papin kesulitan meraih status starter dan cuma melalui dua musim (1992-1993, 1993-1994) bersama I Rossoneri.
Galliani mencoba menebus dosa kala dirinya luput mengamati bakat Zidane dengan mendatangkan Yoann Gourcuff pada 2006.
Gourcuff kala itu menyandang julukan sebagai titisan Zidane. Namun, trauma Milan kepada pemain ofensif Prancis kembali terjadi sebab Gourcuff gagal bersinar.
Tak mau belajar bahasa Italia dan sering terlambat menghadiri latihan adalah beberapa hal yang membuat kapten Milan pada 2006, Paolo Maldini, gerah kepada Gourcuff.
Hanya, kini situasi tampak lebih baik buat Milan. Alih-alih terjangkit alergi, pemain ofensif asal Prancis justru sangat membantu meningkatkan performa I Rossoneri pada 2015-2016.
Sebelum mengalami kecelakaan mobil, M'Baye Niang adalah pasangan yang paling pas buat Carlos Bacca dalam skema 4-4-2 Milan racikan Sinisa Mihajlovic.
Niang musim ini menunjukkan potensi besarnya sebagai penyerang hebat dengan membuat delapan gol dan sepasang assist dalam 17 penampilan di semua ajang.
[video]http://video.kompas.com/e/4635918503001_ackom_pballball[/video]
Milan juga punya Jeremy Menez. Sepasang gol Menez ke gawang Alessandria medio pekan ini mengantarkan Milan melaju ke final Coppa Italia untuk yang pertama kali dalam rentang 13 tahun terakhir.
Mihajlovic berulang kali menyebut Menez adalah salah satu pemain terpenting dalam skuat.
Bahkan, ketika Menez sudah fit 100 persen sang pelatih akan rela menanggalkan format 4-4-2 yang telah menghadirkan kestabilan, dan beralih ke 4-3-1-2.
Penampilan apik yang disuguhkan Niang dan Menez sepertinya membuat Milan tak kapok untuk kembali mendatangkan pemain ofensif asal Prancis pada musim depan.
I Rossoneri dikabarkan bakal menjadi pesaing PSG untuk memburu tanda tangan penyerang OGC Nice, Hatem Ben Arfa (28 tahun). Pemain Prancis berdarah Tunisia itu tampil impresif bersama Nice musim ini.
Ben Arfa sudah mengemas 11 gol dan dua assist dalam 27 partai bareng Nice di Ligue 1. Lesatan performa Ben Arfa mengangkat Nice ke peringkat lima klasemen sementara liga Prancis.
[video]http://video.kompas.com/e/4565436977001_v1_pjuara_auto[/video]
Nice menjadi arena pembuktian bagi Ben Arfa setelah kariernya sempat dikatakan habis tatkala tampil tak terlalu meyakinkan bersama Newcastle dan Hull City.
Ia mulai menunjukkan bahwa awak media tak salah ketika melabeli dirinya sebagai salah satu talenta terbaik Prancis beberapa tahun silam.
"Saya melihatnya melakukan hal-hal luar biasa. Hatem adalah Lionel Messi. Namun, ia tak membuat pilihan bagus dalam kariernya," kata striker Real Madrid, Karim Benzema di Le Parisien.
Benzema tak sedang bercanda. Ia mengenal betul Ben Arfa karena pernah meniti karier junior bersama-sama di akademi Lyon dan timnas U-17 Prancis yang menjadi juara Euro U-17 2004.
Benzema bahkan mengakui saat masih belia, dirinya bukanlah siapa-siapa dibanding Ben Arfa dan Menez. Ketika Prancis menjadi kampiun Euro U-17 pada 2004, Ben Arfa dan Menez mengambil peranan sentral di tim sementara Benzema hanya berfungsi sebagai pelapis.
Masalah Menez dan Ben Arfa adalah mereka kerap diganggu hal-hal non-teknis yang kemudian memengaruhi penampilan mereka di lapangan. Keduanya juga dikenal sebagai sosok badung dan agak temperamental.
Milan terbukti sudah bisa "menjinakkan" dan kembali mengeluarkan potensi terbaik Menez. Musim depan mereka berharap bisa melakukan hal yang sama kepada Ben Arfa.
Jika skenario tersebut terwujud, Galliani tentu bahagia karena Milan bakal punya pasangan terbaik Prancis yang pernah menaklukkan Eropa.
[video]http://video.kompas.com/e/4777333052001_ackom_pballball[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Le Parisien, Gazzetta World |
Komentar