Di klub-klub tersebut, Hecking terbiasa memoles para pemain muda. Saat berlabuh di Wolfsburg, tugasnya dobel. Ia menempa talenta-talenta segar sekaligus mereparasi performa pemain yang dianggap flop alias gagal. Bas Dost, Kevin De Bruyne, Nicklas Bendtner, atau Ricardo Rodriguez termasuk segelintir di antaranya.
"Pekerjaan ini sebuah tantangan. Saya ingin mencari tahu apakah saya dapat menangani pemain-pemain seperti itu," ujar Hecking.
Dieter Hecking saat pesta promosi Alemannia Aachen ke Bundesliga. (Christof Koepsel/Bongarts/Getty Images)
Racikan elegan tentu didukung aliran dana masif dari sponsor tim, Volkswagen. Dalam tiga musim terakhir, Allofs dan Hecking menghabiskan dana 150 juta euro lebih guna membangun tim kompetitif. Efeknya terasa. Dari klub yang dianggap lemah dan membosankan, Wolfsburg menjelma menjadi salah satu tim papan atas di Jerman.
"Saya pikir Muenchen jelas menyadari keberadaan kami. Tujuan klub adalah membuat Muenchen tetap merasakan napas kami di leher mereka selama mungkin," ucap Hecking musim lalu.
Status runner-up dengan selisih 10 poin di bawah Muenchen di 2014/15 terbilang oke mengingat perjuangan keras manajemen Wolfsburg selama tiga musim membangun dinasti baru bersama Hecking. Sang mantan sersan itu pun diganjar predikat Pelatih Terbaik Jerman 2015.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | ESPN, Deutsche Welle |
Komentar