Kisah perjalanan hidup atlet angkat berat difabel I Made Sudiarsana penuh haru. Bagaimana tidak, saat masih berusia tujuh tahun dia terserang polio.
Saat itu, anak bungsu dari delapan bersaudara asal Bali tersebut terserang panas tinggi.
Entah mengapa saat mendapat pengobatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di kampungnya, kakinya tiba-tiba dirasa lemas.
Dia terserang polio sehingga tidak bisa berjalan seperti dulu lagi karena kedua kakinya tidak tumbuh normal.
Peristiwa tersebut membuat anak yang baru duduk di kelas 1 SD itu terguncang hebat. Made sampai menolak keluar rumah dan bersekolah karena malu.
“Saat itu, saya tengah senang- senangnya bersepeda. Saya baru bisa naik sepeda, tapi tiba-tiba mengalami kelumpuhan. Hampir satu tahun saya tidak keluar rumah. Saya terpukul dan sangat sedih,” ucap Made.
Dorongan keluarga yang membuat Made akhirnya memberanikan diri keluar rumah. Saudara-saudaranya secara pelahan membujuk dia agar kembali ke sekolah.
“Saat itu, saya berjalan dengan merangkak. Akhirnya saya mau sekolah, tapi selalu digendong oleh ayah atau saudara,” begitu ia mengenang masa lalu.
Peristiwa pedih tak juga berlalu. Saat duduk di kelas 3 SD, separuh badannya tersiram air panas akibat teman menyenggol panci berisi air panas yang kemudian mengenainya. Made pun kembali ke rumah sakit selama satu bulan.
“Bekasnya di kulit masih terlihat,” kata Made yang kemudian melanjutkan sekolah khusus siswa difabel di YPAC di Denpasar pada 1990.
Editor | : | |
Sumber | : | Harian BOLA 17 September 2015 |
Komentar