an. Meski klub-klub Asia masih mendominasi tujuan berkarier, beberapa dari mereka sanggup menuai manisnya kesuksesan bersama klubnya.
Rochi Putiray
Klub: Instant Dict F.C. (2000-2001), Happy Valley (2001-2002), South China AA (2002-2003), Kitchee SC (2003-2004)
Rochi merupakan salah satu pemain Indonesia yang paling sukses berkarier di luar negeri. Setelah berkibar bersama Arseto Solo, pemain ekstentrik itu berlabuh ke Instant Dict 2001, Liga Hongkong.
Di klub tersebut, ia melakoni 15 pertandingan. Meski hanya 15 kali, Rocky mampu mencetak 20 gol.
Ia makin subur ketika hijrah ke Kitchee FC. Hanya butuh 20 laga untuk mengoleksi 41 gol.
Namun, yang paling berkesan ialah saat membela South China AA, ia mencetak 15 gol dari 25 penampilan. Rochi mencetak sejarah ketika membobol gawang AC Milan, 31 Mei 2004. Saat itu ia membela tim bintang Liga Hongkong. Berkat golnya, Milan kalah 1-2.
“Kenangan indah sepanjang karier saya sebagai pesepak bola,” ungkap Rochi mengomentari aksi individunya dua kali mengelabui bek kiri legendaris Paolo Maldini.
Kurniawan Dwi Yulianto-Primavera Sampdoria (1993-1994), FC Luzern (1994-1995), Sarawak FA (2006); Kurnia Sandy-Sampdoria (1996-1997); Bima Sakti-Helsingborgs IF (1995-1996)
Program pembinaan jangka panjang di Italia, Primavera, interval 1993-1996 membawa peruntungan bagi sejumlah pemain yang ikut program ini. Beberapa di antara mereka dipinang klub Eropa.
Tengok saja Kurniawan Dwi Yulianto. Ia menarik perhatian klub Liga Swiss, FC Luzern pada 1994-1995. Bermain dalam 10 laga, Kurus hanya mencetak satu gol.
Prestasi tersebut tidak menyurutkan klub Italia, Sampdoria untuk menggunakan jasanya sebagai pemain pinjaman musim 1996-1997. Sayang, ia kurang bersinar Sehingga klub tersebut tak mengontraknya secara permanen.
Namun, pemain asal Magelang itu tetap punya kenangan manis saat mencetak satu gol ke gawang Indonesia ketika Sampdoria melawat ke Jakarta.
Setelah malang melintang di Tanah Air, di pengujung kariernya Kurus sempat berlabuh ke Serawak FC pada 2006. Sayang ia gagal unjuk produktivitas di pentas Liga Super Malaysia.
Selain Kurniawan, Kurnia Sandy juga pernah bergabung dengan Sampdoria. Walau tak sempat bermain, ia menjadi kiper ketiga klub asal Genoa itu. Ada juga Bima Sakti yang sempat merasakan Liga Swedia bersama Helsingborgs IF.
Mantan kapten timnas Indonesia yang dikenal dengan tendangan geledeknya ini pada musim 1995-1996 membela klub Helsingborg IF di liga Swedia. Ia hanya bertahan satu musim. Bima kembali ke Indonesia dan bermain bersama Persema Malang.
Elie Aiboy & Bambang Pamungkas
Klub: Selangor FA
Tahun: 2005-2007
Kegagalan masuk skuat Piala AFF 2004 karena posisinya sebagai pemain inti di klub Persija tergerus bomber asing, Emmanuel de Porras membuat Bambang mencoba mencari peruntungan di negara tetangga Malaysia.
Ia digaet Selangor FA bersama kompatriotnya di Macan Kemayoran, Elie Aiboy. Di musim perdana bersama Tim Merah-Kuning, duo Bepe-Elie langsung menghebohkan. Mereka sukses mempersembahkan treble winners buat klubnya yakni: Liga Primer (kompetisi kasta kedua), Piala FA, dan Piala Malaysia.
Bepe yang pada awal karier profesionalnya sempat berkiprah di klub Divisi III Belanda, EHC Norad juga sukses menjadi top scorer kompetisi dengan torehan 24 gol. Sayang saat Selangor tampil di kasta elite Liga Super Malaysia musim berikutnya penampilan keduanya merosot. Bepe gagal menemukan ketajamannya.
Sementara Elie lebih banyak berkutat dengan cedera yang membuatnya jarang tampil sebagai pemain utama Selangor. Mereka akhirnya mudik ke Tanah Air.
Ilham Jayakesuma
Klub: MMPJ Selangor
Musim 2006-2007
Ketajaman Ilham di Piala AFF 2004 membuat nilai jualnya melambung. Striker yang menjadi pencetak gol terbanyak turnamen elite kawasan ASEAN tersebut diboyong klub asal Malaysia, MMPJ Selangor pada musim 2006-2007.
MMPJ agaknya terinspirasi dengan klub sekotanya Selangor FA yang bisa sukses dengan mengandalkan bintang Indonesia sebagai ikon tim.
Sayang, Ilham kesulitan beradaptasi di Negeri Jiran. Cedera lutut parah menjadi ganjalannya untuk tampil regular di klubnya. Hanya setengah musim kontrak Ilham diputus. Ngenesnya pasca pulang dari Malaysia bomber asal Palembang ini terus mengalami penurunan penampilan dan kesulitan kembali menembus skuat Garuda.
Ponaryo Astaman
Klub: Telecom Malaka
Tahun: 2006-2007
Ponaryo tergoda ingin mencicipi persaingan kompetisi negara tetangga, Malaysia. Ia menyetujui tawaran kontrak Telecom Malaka pada 2006.
Walau tak mempersembahkan prestasi apa pun, Ponaryo punya pengaruh kuat di klub tersebut. Ia menjadi kapten tim Telecom Malaka.
Ia tetap bisa leluasa memperkuat timnas walau bermain di negeri orang. Seperti misalnya tampil membela timnas saat tampil di Merdeka Games 2006.
Pada ajang ini tim Merah-Putih yang kala itu dilatih Peter Withe sukses menembus laga final sebelum dikalahkan Myanmar 1-2. Saat Ponaryo tampil di Stadion Shah Alam, Selangor, banyak fan Telekom Malaka yang hadir untuk memberi dukungan kepada pemain pujaannya.
Bermain selama semusim sang gelandang memutuskan kembali ke Indonesia untuk memperkuat Arema Indonesia.
Budi Sudarsono
Klub: Polis Diraja Malaysia
Tahun: 2008
Budi Sudarsono mencoba peruntungan di Malaysia dengan menerima tawaran PDRM (Polis Diraja Malaysia), klub milik Kepolisian Malaysia yang berlaga di Liga Super Malaysia.
Budi dikontrak selama empat bulan pada jendela transfer tengah musim. Ia mencetak tiga gol, di mana dua di antaranya dicetak pada debutnya bersama PDRM di ajang Piala FA Malaysia 2008 melawan KOR RAMD dengan skor akhir 5-1 untuk PDRM.
Satu gol lagi dicetak ketika bermain di Liga Super Malaysia ke gawang Perak FC. Sayang karena kesulitan beradaptasi kontrak Budi tak diperpanjang.
(Artikel ini direproduksi dari Mingguan BOLA edisi 2.525. Penulis: Ario Yosia, Wiwig Prayugi)
Editor | : |
Komentar