Generasi Sulit
Pelajar seperti Leif adalah bagian dari generasi pemuda Eropa yang tengah menghadapi situasi pelik karena minimnya lapangan pekerjaan. Studi Eurofound menunjukkan bahwa 14 juta pemuda Eropa tengah menganggur.
Sekarang semua orang di sini minimal harus mempunyai dua gelar apabila ingin punya kesempatan bekerja. Kurang dari itu dan Anda hanya bisa berharap mendapatkan pekerjaan di lini terbawah dan hal itu pun belum terjamin, ujarnya.
Di tengah situasi seperti itu, secinta apa pun anak muda terhadap sepak bola, mereka pasti akan berpikir dua-tiga kali sebelum menonton bola. Hampir semua suporter muda yang saya tahu, misalnya, membatasi diri untuk hanya menonton pertandingan tanpa pernak-pernik lain, misalnya membeli makanan atau minuman di stadion.
Bayangkan jika situasi sama terjadi di rumah kita. Bagaimana jika sebagian besar suporter tak bisa datang ke pertandingan karena harga tiket terlalu tinggi? Bagaimana jika hanya pria atau wanita dewasa kelas menengah-atas yang bisa mempunyai akses ke stadion-stadion di Tanah Air?
Bisa diperdebatkan untung-ruginya. Mungkin mereka lebih bisa diatur ketimbang kebanyakan kelompok suporter berusia tanggung. Sebagai mahasiswa di Bandung, saya perlu setidaknya berada di Stadion Siliwangi atau Stadion Si Jalak Harupat satu setengah jam sebelum laga dimulai agar mendapatkan tempat duduk. Sebagian kursi sudah dikuasai mereka yang datang sejak pagi agar tidak perlu membayar tiket masuk.
Berdempetan dan mencium bau keringat penonton tetangga sudah menjadi santapan stadion di Tanah Air. Di Inggris, segalanya lebih teratur, bersih, mewah, dan aman. Kendati demikian, tidak ada yang bisa mengalahkan kebanggaan menyanyikan lagu hasil kreativitas suporter untuk mendukung tim lokal bersama puluhan ribu penonton lain.
Merasakan stadion berdansa mengikuti ritme goyangan para suporter adalah perasaan yang membuat kangen dan tak bisa saya lupakan. Kita boleh bangga bahwa setidaknya di satu aspek negara maju seperti Inggris tidak ada apa-apanya dibandingkan Indonesia.
@fierzee
Editor | : | Firzie A. Idris |
Komentar