"Kami sudah tahu akan main pada partai terakhir. Sebenarnya saya berharap Indonesia menang 3-0, tetapi kalau begitu nanti kami berdua tidak main dan saya dan Melati tidak punya sejarah," ucap Praveen.
"Waktu Indonesia tertinggal 1-2 saya sempat berharap kami bisa bermain jadi tumpuan. Namun, di awal malah saya jadi tegang. Ada gugup, tetapi ada ingin main juga," tuturnya lagi.
Komunikasi pun kembali jadi kunci Praveen/Melati pada laga kali ini, terutama saat keunggulan 16-8 mereka tersusul menjadi 18-14.
"Kalau mata Melati belum melihat ke saya, jadi diomongin terus. Kadang saya bukan kesal ke dia, tetapi ekspresi muka saya lebih menunjukkan kalau kami tidak boleh membuang poin," kata Praveen.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Komentar