Ketika itu, komentator pertandingan Quake bahkan dibayar hingga 300 ribu dolar (4 miliar rupiah) untuk mengawal laga dan para pemain menerima gaji hingga jutaan dolar.
Baca Juga: Video Messi Dipermalukan Coquelin Dua Kali di Final Copa Del Rey
"Saya tahu bahwa hal ini tak bisa dipertahankan dengan tim-tim tak bisa menghasilkan uang cukup banyak," ujar Fields.
Championship Gaming Series pun hanya bertahan hingga 2008, seiring dengan munculnya krisis finansial dunia.
Fields kini mengatakan bahwa dunia eSports memasuki era franchise dengan publisher-publisher game terkemuka seperti Activision Blizzard (Call of Duty, Overwatch) dan Riot Games (League of Legends) menawari slot untuk tim-tim yang ingin bertanding.
Harga slot ini bisa mencapai 60 juta dolar (Rp863 miliar) atau setara dengan apa yang Liverpool keluarkan untuk menggaet kiper Alisson dari AS Roma pada awal musim.
Pada 2018, menurut data NewZoo, investor-investor (termasuk klub-klub olahraga tradisional) menyuntikkan dana hingga 682 juta dolar ke eSports.
Alhasil, gaji para pemain pun meningkat. Pemain League of Legends profesional di Amerika Serikat bisa mendapat rataan gaji 105 ribu dolar per tahun pada 2017.
Namun, setelah liga menjadi franchise setahun kemudian, rataan tersebut meledak hingga 320 ribu dolar dengan beberapa pemain menerima gaji jutaan dolar per tahun.
"Pemasukan tim-tim ini belum seimbang dengan permintaan gaji para pemain," tuturnya.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | kotaku.com |
Komentar